Medan, HarianBatakpos.com – Mitos hewan mistis di Indonesia masih berkembang di berbagai kalangan masyarakat. Seperti halnya negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia memiliki banyak cerita mistis yang melekat pada kehidupan sehari-hari. Salah satu yang paling sering dibahas adalah hewan-hewan yang dikaitkan dengan kekuatan gaib atau aura mistis yang dianggap berbahaya. Karena mitos ini, tidak jarang hewan-hewan tersebut justru ditakuti hingga dibasmi.
Namun, mitos hewan mistis di Indonesia tidak sepenuhnya dapat dibuktikan secara ilmiah. Pada kenyataannya, hewan-hewan tersebut adalah makhluk hidup biasa yang mencoba bertahan hidup di lingkungan alaminya. Baik itu mamalia, reptil, burung, maupun unggas lainnya, semuanya menjalani siklus hidup tanpa keterkaitan dengan hal-hal gaib. Mari simak beberapa hewan yang sering dianggap sebagai simbol mistis di masyarakat Indonesia.
1. Ajag
Ajag atau Cuon alpinus adalah anjing liar endemik Indonesia yang hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Tubuhnya ramping, berbulu cokelat, dan dikenal sebagai pemangsa yang hidup berkelompok. Hewan ini sering memasuki pemukiman warga dan memangsa ternak, sehingga ajag sering dikaitkan dengan mitos hewan penghisap darah, padahal faktanya, ia hanya memakan bagian daging dan jeroan.
Fenomena inilah yang memunculkan anggapan bahwa ajag memiliki kekuatan mistis. Namun secara ilmiah, ajag hanyalah karnivora liar yang tidak membawa energi supranatural. Mitos hewan mistis di Indonesia seperti ajag perlu ditelaah kembali agar tidak menjadi alasan perburuan yang merusak ekosistem.
2. Ular
Ular menjadi salah satu reptil yang paling banyak diasosiasikan dengan hal gaib. Di Bali, terdapat kepercayaan terhadap naga basuki, seekor ular raksasa penjaga bumi. Banyak juga yang percaya bahwa ular adalah jelmaan jin atau makhluk gaib yang ditugaskan mengganggu manusia.
Namun, ilmuwan menyebutkan bahwa ular adalah bagian dari rantai ekosistem. Jika ular masuk ke rumah, hal itu bukan berarti pertanda mistis, melainkan karena kondisi rumah cocok sebagai habitat. Dalam konteks mitos hewan mistis di Indonesia, ular hanya korban dari salah kaprah budaya turun-temurun.
3. Tokek
Tokek sering dianggap sebagai pembawa pesan halus dari dunia gaib. Suaranya dipercaya sebagai pertanda kehadiran makhluk tak kasatmata. Bahkan gigitan tokek dianggap sangat kuat hingga hanya bisa lepas saat terdengar petir.
Padahal secara ilmiah, suara tokek muncul saat ia sedang stres atau menarik perhatian lawan jenis. Gigitan tokek memang kuat, tetapi akan lepas sendiri tanpa perlu fenomena gaib. Kehadiran tokek di rumah sebenarnya menandakan banyaknya sumber makanan, seperti serangga. Lagi-lagi, ini membuktikan bahwa mitos hewan mistis di Indonesia tidak selalu benar.
4. Burung Hantu
Burung hantu kerap dikaitkan dengan kematian dan kehadiran roh halus. Suaranya yang khas dan kemunculannya di malam hari membuat burung ini diselimuti aura mistis. Ada pula yang menganggap burung hantu sebagai pelindung dari roh jahat.
Dalam kenyataannya, burung hantu adalah predator alami yang berperan penting dalam mengontrol populasi tikus dan serangga. Ia juga memiliki kemampuan luar biasa seperti memutar kepala hingga 270 derajat. Tidak ada unsur gaib dalam diri burung hantu jika dilihat dari sisi biologis dan ilmiah.
5. Babi
Mitos babi ngepet sudah sangat populer di Indonesia. Hewan ini dianggap sebagai wujud manusia yang melakukan pesugihan dengan cara gaib. Jika ada babi hutan memasuki pemukiman, sering kali langsung dianggap sebagai babi ngepet.
Padahal babi liar adalah hewan nokturnal yang aktif di malam hari. Masuknya ke pemukiman hanyalah bentuk perilaku alami saat mencari makanan seperti umbi, buah, atau tikus. Mitos ini adalah salah satu contoh kuatnya mitos hewan mistis di Indonesia yang perlu diluruskan.
Kepercayaan terhadap mitos hewan mistis di Indonesia adalah bagian dari warisan budaya. Meski begitu, sudah saatnya masyarakat memahami bahwa tidak semua hewan yang dianggap mistis memiliki energi gaib. Banyak dari mitos tersebut bisa dijelaskan secara ilmiah. Kita harus menjaga alam dan tidak memburu hewan hanya karena stigma yang belum terbukti.
Komentar