HarianBatakpos.com – Bullying, atau dikenal juga sebagai perundungan, adalah masalah klasik sejak lama yang tak kunjung hilang dari pergaulan di Indonesia. Kepedulian terhadap perundungan di Tanah Air kembali mencuat akhir-akhir ini pasca kasus di salah satu sekolah ternama dan melibatkan anak dari seorang komedian papan atas. Kasus ini hanyalah salah satu dari sekian banyak perundungan di masyarakat.
Statistik memalukan ditemukan pada tahun 2018 oleh studi PISA, yang dikenal biasanya mengukur kecerdasan anak, bahwa Indonesia menjadi negara dengan kasus perundungan terbanyak kelima di dunia. Setidaknya beberapa kali dalam sebulan, 41% pelajar berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan. Jenis kasus terbanyak yang ditemukan adalah barang kepunyaan yang dihilangkan atau dirusak, juga diejek. Korban laki-laki lebih banyak ditemukan dari korban perempuan untuk kelas 5, 8, dan 11 menurut studi BPS bertajuk Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia pada tahun 2022. Data FSGI sepanjang paruh pertama tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas perundungan terjadi di bangku SD dan SMP.
Perundungan ini tidak hanya terjadi secara fisik, verbal, dan emosional di sekolah, tetapi berlanjut hingga dewasa. U-Report pernah melakukan jajak pendapat dan menemukan 45% anak muda berusia 24 tahun ke bawah mengalami perundungan daring. Data lain oleh Never Okay Project menemukan 80,39% pekerja Indonesia pernah mengalami perundungan, termasuk perundungan seksual. Tidak hanya merusak kesehatan mental dan emosional korbannya sehingga menjadi cemas, tidak nyaman, tidak aman, dan menurunkan produktivitasnya, perundungan dapat menyebabkan penyakit fisik sekalipun tidak dilakukan secara fisik. Bahkan, Ibu Khofifah sebagai mantan Menteri Sosial menyebut bahwa hampir 40% kasus bunuh diri terjadi karena perundungan.
Pelaku perundungan biasanya muncul dari mereka yang banyak terpapar, baik sebagai korban maupun sekadar sering melihatnya. Dulu, faktor dominan ada di pola didik orang tua yang terlalu keras, bisa juga hidup di lingkungan keluarga atau tetangga yang sering terjadi kekerasan. Saat ini, gawai juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dengan beredarnya konten video dan permainan berbau kekerasan.
Hal lain yang mungkin berpengaruh adalah kondisi ekonomi keluarga yang berpotensi menjadikan anaknya mencuri barang kepunyaan orang lain, atau orang tua yang sibuk sehingga anak kekurangan perhatian dan ingin menguasai orang lain. Bahkan, pelaku perundungan bisa jadi merasa perilakunya sebatas hiburan karena kekurangan edukasi dan empati sehingga mudah mengikuti tren tertentu tanpa memikirkan dampaknya terlebih dahulu.
Perundungan tidak mengenal usia. Mereka yang melakukannya saat kecil mungkin melanjutkannya sampai dewasa atau bahkan melakukan kekerasan dan tindakan kriminal lainnya. Pencegahan yang komprehensif dan tindak lanjut segera dibutuhkan untuk memberantas perundungan. Untuk pelaku yang sudah dewasa, tindakan hukum melibatkan aparat kepolisian seperti pada kasus yang melibatkan anak komedian harus dilakukan untuk menunjukkan ketegasan dan keseriusan menghadapi perundungan.
Contoh kekerasan harus dijauhkan sejak kecil dengan tidak dijadikan andalan oleh orang tua dan guru untuk mendisiplinkan anak. Konten media massa dan elektronik juga dibatasi untuk menayangkan berita, film, dan animasi selain di tengah malam ketika anak-anak sudah tidur. Verifikasi identitas pengguna ponsel di Indonesia diperlukan untuk membatasi permainan berbau kekerasan dan orang tua dididik untuk tidak meminjamkan ponsel kepada anaknya bermain.
Pendidikan agama, Pancasila, dan budi pekerti disegarkan agar lebih menitikberatkan aspek praktek dibandingkan terhadap teoritis mengenai bagaimana bersikap adil dan manusiawi kepada semua orang seperti memperlakukan diri sendiri, bukan menindas orang lain yang dianggap lemah.
Masyarakat khususnya pelajar dan anak muda didorong untuk memanfaatkan waktu luangnya demi menghibur sekaligus mengembangkan kemampuan diri secara positif. Menjauhi perbandingan dan kompetisi dengan mengedepankan kolaborasi dan kesetaraan adalah hal penting untuk mengurangi munculnya rasa haus akan pengakuan dan kekuasaan.
Orang tua dan guru perlu segera merespon temuan dan aduan perundungan tanpa memandang wajar usia pelaku yang masih kecil dan menganggap korban berlebihan atau menjadi “tukang mengadu”, termasuk berkolaborasi satu sama lain dalam mendidik anak-anak dan tidak segan berhubungan dengan orang tua lain ketika diperlukan. Jangan sampai muncul ketakutan dalam menindak pelaku perundungan karena berasal dari pihak yang memiliki kekuasaan atau kemampuan finansial lebih tinggi.
Di satu sisi, mendidik anak sejak kecil agar berperilaku baik dan tegas adalah penting. Teman-temannya kelak segan dan tidak memiliki hal negatif yang dibenci untuk melakukan perundungan, tetapi jika perundungan tetap harus terjadi pun tidak boleh melakukan aksi balasan yang terlalu keras dan kepercayaan dirinya harus segera pulih agar tidak dikuasai oleh pelaku. Di sisi lain, pelaku perundungan tidak bisa dipandang sebatas pribadi yang nakal dan tidak berempati, tetapi tidak menutup kemungkinan memiliki kelainan jiwa yang perlu segera diketahui, ditangani, dan disembuhkan agar tidak menimbulkan masalah sosial berikutnya.
Cukup banyak masalah dan catatan memalukan yang dihadapi negeri ini, jangan lagi kasus perundungan menambah kelam masa depan bangsa ini dan semua pihak terkait haruslah menganggapnya sebagai hal darurat yang harus diselesaikan.
Bukannya dikenal dengan nilai-nilai luhur dan prestasi, kepuasan menjadi orang yang seakan-akan kuat dan ditakuti karena bisa merundung orang lain adalah kebanggaan sesat nan memilukan. PISA melaporkan bahwa korban perundungan berkaitan dengan kinerja membaca yang lebih rendah, demikian pula dengan pelaku perundungan yang sering kali kita temukan cenderung memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan keduanya berpotensi menghambat upaya memaksimalkan bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
Fokus mengembangkan diri di tengah kompetisi sumber daya manusia yang semakin sengit dan berkolaborasi menciptakan inovasi untuk bersaing di kancah global jelas lebih penting daripada menimbulkan luka di hati, pikiran, dan masa depan orang lain. Siapa yang tahu, kemudian orang yang dirundung tersebut menjadi pihak yang menentukan dan reputasi sudah kadung hancur sebelumnya.
Tentang Penulis
Christian Evan Chandra, seorang analis aktuaria di dunia yang penuh tantangan, industri asuransi jiwa. Namun, ia tidak hanya sekadar seorang analis, tetapi juga seorang penggubah kata-kata yang mengalir dalam narablog dan halaman-halaman karya lepasnya.
Lahir dari laboratorium ilmu pengetahuan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Christian mewarisi kecintaan akan kedalaman angka sejak dini. Namun, lebih dari sekadar menyusun rumus dan menganalisis risiko, dia menemukan bahwa angka-angka itu membawa kisah-kisah hidup yang menggugah hati.
Dalam dunia yang seringkali diselimuti oleh ketidakpastian, Christian mengambil peran sebagai seorang arsitek, merancang fondasi keamanan finansial bagi individu-individu dengan memahami risiko dan memperhitungkan probabilitas. Namun, di balik jargon-jargon teknisnya, ada keinginan mendalam untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui pemahaman akan pentingnya perlindungan finansial.
Ketika buku-buku panduan aktuaria sudah tertutup, Christian membuka lembaran baru dengan pena sebagai pedangnya. Dalam narablognya, dia tidak hanya menyampaikan informasi tentang asuransi dan matematika keuangan, tetapi juga membangun jembatan empati dengan pembacanya. Cerita-cerita hidup, pengalaman-pengalaman pribadi, dan renungan-refleksi menjadi bahan bakar yang menghidupkan blognya, menjadikannya sebagai sumber inspirasi bagi banyak orang.
Tidak puas dengan batasan blog, Christian merambah dunia tulis-menulis secara luas. Karya-karya lepasnya menjadi bentuk nyata dari imajinasinya yang meluap, mengekspresikan beragam topik dari sudut pandang yang unik dan penuh warna. Dalam kata-katanya, ia menemukan kekuatan untuk menginspirasi, merangsang pemikiran, dan menghadirkan kedalaman emosi yang jarang tersentuh.
Dibalik kepribadian analitisnya, Christian Evan Chandra adalah seorang pengarang yang memiliki jiwa seni yang memikat. Dia membuktikan bahwa kekuatan angka bisa berpadu harmonis dengan keindahan kata-kata, dan bahwa hidup adalah sebuah narasi yang terus mengalir, siap untuk ditulis ulang dengan setiap pilihan yang kita buat.
Komentar