Opini
Beranda » Berita » Mengapa Korban Bullying Perlu Bersyukur?

Mengapa Korban Bullying Perlu Bersyukur?

Mengapa Korban Bullying Perlu Bersyukur?
Mengapa Korban Bullying Perlu Bersyukur?

HarianBatakpos.com – Di era di mana segalanya seolah-olah dihiasi dengan ‘terkondisi’, ketika dunia begitu mudah menilai dan menghakimi, ada satu kelompok yang mungkin seharusnya bersyukur. Mereka adalah para korban bullying. Ya, Anda tidak salah dengar. Dalam kekacauan dunia yang terus berputar dengan drama manusia, para korban bullying seharusnya merasa bersyukur. Mengapa? Mari kita jernihkan dalam perspektif satir.

Pertama-tama, mari kita lihat dunia di sekitar kita. Sebuah dunia yang terkadang lebih mirip dengan arena sirkus tanpa aturan. Di sini, perundungan adalah hiburan utama. Seperti badut-badut yang tak henti-hentinya menari di tengah cemooh dan gelak tawa penonton. Para korban bullying, mereka adalah bintang-bintang tak terungguli di panggung kesengsaraan. Mereka dihargai, bukan karena bakat atau prestasi, tapi karena keberanian mereka untuk bertahan dalam badai ejekan dan celaan. Sungguh, mereka layak bersyukur karena mendapat peran istimewa dalam pertunjukan kesengsaraan manusia.

Kemudian, mari kita beralih ke paradoks masyarakat. Di sinilah para korban bullying seharusnya merasa beruntung. Masyarakat, yang konon diatur oleh norma dan moralitas, ternyata juga menjadi biang keladi penindasan dan ejekan. Di antara kerasnya aturan yang menuntut kita untuk ‘ramah’ dan ‘pengertian’, terdapat kebengisan yang tersembunyi di balik senyum-senyum manis. Para korban bullying, mereka adalah korban keserakahan manusia akan kekuasaan dan dominasi. Mereka harus bersyukur karena menjadi bukti hidup bahwa kebaikan seringkali hanya lapisan tipis di atas kebusukan yang tersembunyi.

Cara Menghitung Matematika dengan Baik dan Benar, 90+6= 96 Bukan 99!

Selanjutnya, mari kita sambangi panggung politik. Ah, apa yang bisa lebih menghibur daripada drama politik? Di sini, perundungan dan intimidasi adalah kiat utama dalam permainan kekuasaan. Para korban bullying, mereka adalah pion-pion tak berdaya dalam permainan politik yang kejam. Mereka harus bersyukur karena menjadi bahan bakar bagi ambisi-ambisi yang terus berkobar-kobar. Dalam pemandangan politik yang kacau, mereka adalah pahlawan tak terlihat yang memberi warna pada kebusukan sistem.

Tidak ketinggalan, kita juga harus mengamati keajaiban teknologi modern. Di zaman di mana segala sesuatu tampaknya dihiasai dengan filter kebahagiaan, para korban bullying tetap berada di garis depan. Media sosial, sebuah arena di mana kebahagiaan palsu dan kebencian nyata berbaur menjadi satu. Para korban bullying, mereka adalah ‘trending topic’ yang tak pernah bosan dibicarakan. Mereka harus bersyukur karena menjadi objek dalam pesta nyata di mana rasa hormat dan belas kasihan tenggelam dalam lautan komentar pedas dan tindakan cyberbullying.

Tetapi tentu saja, kita juga tidak boleh melupakan keajaiban dunia pendidikan. Di sini, di dalam bangunan megah pengetahuan, terdapat dunia kejam di mana kekuatan fisik dan sosial seringkali menentukan nasib. Para korban bullying, mereka adalah mahasiswa dan siswa yang belajar pelajaran berharga di luar kurikulum. Mereka harus bersyukur karena menjadi bahan percobaan bagi kegagalan sistem pendidikan dalam melindungi mereka yang lemah.

Dan akhirnya, mari kita akhiri perjalanan kita dengan melihat ke dalam diri kita sendiri. Sebuah refleksi pribadi tentang kebajikan dan keburukan. Kita, yang kadang-kadang lebih suka menjadi penonton daripada pelaku dalam teater kehidupan. Kita harus bersyukur karena memiliki para korban bullying, karena mereka adalah cermin yang mengingatkan kita akan kelemahan dan kebusukan di dalam diri kita sendiri.

Seni Flexing Kekuasaan

Jadi, di antara semua kekacauan dan paradoks yang mengelilingi kita, para korban bullying seharusnya bersyukur. Mereka adalah pahlawan tak terlihat dalam komedi manusia yang tak berujung. Mereka adalah penyelamat dalam kelamnya dunia yang seringkali terlelap dalam ketidaktahuan. Jadi, bersyukurlah, para korban bullying. Karena dalam keputusasaan dan kesedihan, kalian adalah cahaya yang menuntun kita menuju kebenaran yang tersembunyi di balik semua tirai kepalsuan.


Tentang Penulis

Naura Tsabitah Dinayyah Siswi biasa seperti orang-orang kebanyakan, yang sedang mengemban ilmu di kelas 10.1  Madrasah Aliyah Negeri 2 Lubuklinggau. Anak pertama dari dua bersaudara, suka hal manis seperti bakpao coklat dan laki-laki. diamanahkan oleh ibu Huzaimah untuk menjadi ketua ekstrakulikuler kelompok ilmiah remaja (KIR) periode 23-24, dan dipercayai kak Affif untuk ikut serta dalam pembuatan proyek karya tulis kumpulan puisi yang sedang dipegang ini.

berharap keberadaannya bisa membuat beberapa orang jadi ingin membaca dan dibaca. Ia ingin hidup sebagai berguna.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan