HarianBatakpos.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang juga menjabat sebagai ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah mengalami depresiasi sebesar 2,89% hingga akhir triwulan pertama tahun ini. Pernyataan ini disampaikan pada 28 April 2024.
Sri Mulyani menekankan bahwa meskipun terjadi depresiasi, kinerja rupiah masih relatif baik jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. “Ini lebih rendah depresiasinya dibanding mata uang dari beberapa negara seperti Thailand baht yang mengalami depresiasi sebesar 6,41% year to date, serta ringgit Malaysia yang mengalami depresiasi sebesar 2,97% year to date,” ujarnya pada Jumat (3/4/2024).
Penguatan rupiah, menurut Sri Mulyani, didorong oleh kebijakan stabilitas yang diterapkan oleh Bank Indonesia serta surplus neraca dagang yang terjadi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia kembali mencatat surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 sebesar US$4,47 miliar, menandai ke-47 kalinya secara beruntun sejak Mei 2020.
Pada perdagangan Jumat (3/5/2024) pekan ini, rupiah terus menguat mendekati level psikologis Rp 15.900/US$. Pada pukul 15:00 WIB, rupiah berhasil menguat 0,62% menjadi Rp 16.080/US$, memperpanjang tren penguatan selama dua hari berturut-turut.
Meskipun dalam sepekan rupiah menguat sebesar 0,15%, penguatan tersebut terpangkas dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai 0,28%. Kembali terjadinya penguatan rupiah dipicu oleh penurunan indeks dolar AS (DXY), yang pada pukul 15:03 WIB, turun tipis sebesar 0,04% menjadi 105,253.
Penguatan rupiah juga diperkuat setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 5,25-5,5% pada Kamis (2/5/2024) dini hari waktu Indonesia. Sri Mulyani menyatakan bahwa kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap penguatan mata uang Indonesia.
Komentar