Harianbatakpos.com , JAKARTA – Sandra Dewi, yang merupakan istri Harvey Moeis, menjadi sorotan di media sosial karena dituduh terlibat dalam kasus mega korupsi Timah yang menyebabkan kerugian sebesar Rp271 triliun. Sebuah unggahan di media sosial menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Sandra Dewi sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa Sandra Dewi menyusul suaminya, Harvey Moeis, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penambangan timah ilegal. Namun, apakah benar Sandra Dewi telah ditetapkan sebagai tersangka?
Faktanya, menurut informasi yang diungkapkan oleh Kejaksaan Agung, status Sandra Dewi dalam kasus tersebut masih sebagai saksi, bukan sebagai tersangka. Hal ini dibenarkan oleh Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, yang menegaskan bahwa hingga saat ini Sandra Dewi belum dinaikkan statusnya menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi timah, seperti disadur dari laman ANTARA.
Penelusuran lebih lanjut mengungkapkan bahwa unggahan yang menyebutkan Sandra Dewi sebagai tersangka kasus korupsi timah pada awal Juni mirip dengan konten yang diunggah di platform YouTube oleh Liputan6 pada tanggal 16 Mei 2024.
Video tersebut berjudul “Sandra Dewi Diperiksa Terkait Pemisahan Harta dengan Suami, Harvey Moeis | Liputan 6”, yang menggambarkan Sandra Dewi sedang diperiksa oleh Kejagung terkait perjanjian pemisahan harta antara Harvey Moeis, yang merupakan tersangka dalam kasus korupsi timah.
Dalam video tersebut, terungkap bahwa Sandra Dewi diperiksa oleh Kejagung untuk memahami perjanjian pemisahan harta dengan suaminya, Harvey Moeis, yang merupakan tersangka dalam kasus korupsi komoditas timah. Namun, hal ini tidak menjadikan Sandra Dewi sebagai tersangka dalam kasus tersebut, melainkan masih sebagai saksi.
Perlu dicatat bahwa status Sandra Dewi sebagai saksi menegaskan bahwa dia hanya diminta untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut dan belum terlibat secara langsung sebagai pelaku tindak pidana. Ketidakbenaran informasi yang beredar di media sosial menunjukkan pentingnya untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarluaskannya, terutama dalam konteks kasus hukum yang sensitif seperti kasus korupsi.
Komentar