Jakarta – Bp: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Indonesia, Budi Arie Setiadi, menghadapi tekanan untuk mundur setelah serangan ransomware melumpuhkan pusat data nasional sementara. Sorotan keras juga datang dari media asing seperti Channel News Asia (CNA), yang menjuluki Budi Arie sebagai “menteri giveaway”. Sebutan ini muncul setelah Budi Arie diduga mendapat posisi menteri karena kedekatannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu 2014 dan 2019.
Serangan ransomware yang dilaporkan CNA memengaruhi 239 lembaga di Indonesia, termasuk 30 kementerian dan lembaga pemerintah. Pada Rabu, 26 Juni 2024, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dari Bali meluncurkan petisi di Change.org yang mendesak Budi Arie mengundurkan diri. Hingga awal Juli, petisi itu telah ditandatangani lebih dari 18.000 orang.
Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menyatakan bahwa jabatan strategis seperti Menkominfo seharusnya tidak diberikan hanya karena dukungan politik. “Jangan sampai ada ‘giveaway’ seperti ini terus. Ini posisi yang sangat strategis karena kita tidak dapat dipisahkan dari dunia digital,” kata Nenden.
Serangan ransomware ini mengakibatkan hilangnya data penting, mengganggu akses publik, dan memperlambat layanan online dari berbagai institusi. Salah satu dampak signifikan terjadi pada layanan imigrasi, termasuk visa dan paspor. Antrian panjang di Bandara Soekarno-Hatta terjadi pada 21 Juni karena sistem otomatis paspor mati, sehingga pemeriksaan dilakukan manual.
Ketua Badan Keamanan Siber Indonesia (BSSN), Hinsa Siburian, menyebut bahwa 98 persen data di pusat data yang diserang belum dicadangkan. “Secara umum kami melihat masalah utama adalah tata kelola dan tidak ada solusi lain,” katanya dalam sidang parlemen. Namun, beberapa anggota parlemen seperti Meutya Hafid membantah, menyebut bahwa permasalahan tersebut lebih karena kurangnya bantuan dan menyebutnya sebagai “kebodohan”.
Komentar