Ekbis
Beranda » Berita » Rupiah Melemah setelah Mundurnya Biden dan Ketidakpastian Ekonomi Tiongkok

Rupiah Melemah setelah Mundurnya Biden dan Ketidakpastian Ekonomi Tiongkok

Rupiah Melemah setelah Mundurnya Biden dan Ketidakpastian Ekonomi Tiongkok
Rupiah Melemah setelah Mundurnya Biden dan Ketidakpastian Ekonomi Tiongkok

HarianBatakpos.com – Rupiah masih bergerak lesu setelah mundurnya Biden dari pilpres AS dan ketidakpastian ekonomi Tiongkok yang sedang melanda. Rupiah bahkan kembali menembus level Rp16.200/US$ pada perdagangan terbaru.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 16.215/US$, melemah 0,19%. Mundurnya Biden dari pilpres AS diperkirakan akan menambah ketidakpastian di pasar global dan Indonesia. Ekonom Bank Danamon, Hosiana Situmorang, menjelaskan bahwa mundurnya Biden bisa memicu ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan dan investasi di AS serta global. Kondisi ini dapat menyebabkan volatilitas di pasar uang dan pasar modal, salah satunya tercermin dari kenaikan Volatility Index (VIX).

Di Indonesia, ketidakpastian juga meningkat karena adanya masa transisi presiden baru dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto. Hosiana Situmorang menambahkan, “Di tengah kondisi ketidakpastian global terkait AS dan Euro Area Election, domestik juga menghadapi persiapan transisi Presiden Baru dan Pilkada.” Ketidakpastian ini dapat mendorong investor untuk memilih aset aman seperti USD dan menjual aset lain, termasuk rupiah. Hal ini berpotensi menyebabkan tekanan pada rupiah.

Pasar Energi Stabil, Wall Street Naik Meski Ketegangan Iran-AS Meningkat

Sementara itu, kondisi ekonomi Tiongkok juga memengaruhi pergerakan rupiah. Bank Sentral China (PBoC) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan untuk tenor satu dan lima tahun pada hari ini, Senin (22/7/2024). Pemangkasan suku bunga ini diharapkan dapat mendongkrak perekonomian China yang tengah lesu. Kebijakan terbaru PBoC juga diharapkan berdampak positif bagi Indonesia, yang merupakan mitra dagang utama China.

Langkah PBoC ini mengejutkan pasar karena sebelumnya PBoC telah menahan suku bunga sejak September 2023. Analis menilai bahwa langkah ini merupakan sinyal bahwa China mulai “putus asa” untuk memperbaiki sektor properti yang belum pulih setelah krisis. China baru-baru ini melaporkan data ekonomi kuartal kedua yang lebih lemah dari perkiraan, dengan tantangan tambahan berupa deflasi, krisis properti, utang yang meningkat, dan sentimen konsumen serta bisnis yang lemah.

Secara teknikal, pergerakan rupiah kini menunjukkan tren melemah. Resistance terdekat berada di Rp16.275/US$ yang diambil dari high candle intraday 9 Juli 2024. Support atau area pembalikan arah menguat bisa dicermati di Rp16.185/US$ yang diambil dari low candle intraday 19 Juli 2024.

Ekonomi Desa Diperkuat, Prabowo Tunjuk Zulkifli Hasan Pimpin Satgas Koperasi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *