Yogyakarta-Bp: Forum aktivis Cik Di Tiro menggelar aksi simbolik di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa), Sleman, Sabtu (27/7), mengkritik sikap PP Muhammadiyah dan PBNU terkait izin tambang yang diberikan Presiden Joko Widodo. Dalam aksi ini, aktivis menyindir bahwa kedua organisasi tersebut dipisahkan oleh doa qunut namun disatukan oleh tambang.
Aksi simbolik yang digelar di Convention Hall Masjid Walidah, lokasi rapat pleno PP Muhammadiyah, menampilkan dua spanduk dan sejumlah poster. Salah satu spanduk bertuliskan “Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang,” mengacu pada perbedaan pelaksanaan ibadah antara NU dan Muhammadiyah namun menyindir kesamaan sikap terkait izin tambang.
“Dilansir dari CNN Indonesia, Forum Cik Di Tiro mendesak agar PP Muhammadiyah menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah,” ujar inisiator forum, Masduki. Menurutnya, tambang hanya membawa kerusakan, baik terhadap lingkungan maupun tata kelola organisasi.
Masduki menjelaskan bahwa pertambangan merusak hak-hak sipil warga negara dan mengancam kekuatan ormas sebagai masyarakat sipil dalam sistem demokrasi. “Nggak ada manfaatnya, lebih banyak mudaratnya,” tegasnya.
Dalam aksi ini, peserta juga membakar Kartu Tanda Anggota (KTA) Muhammadiyah sebagai simbol protes terhadap keputusan yang dianggap condong menerima konsesi tambang.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung, sebelumnya menyebut bahwa Muhammadiyah sepakat menerima tawaran pengelolaan tambang setelah kajian mendalam. “Muhammadiyah siap mengelola tambang dengan memperhatikan dampak lingkungan,” ucap Azrul.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menambahkan bahwa sikap resmi terkait izin tambang akan disampaikan usai Konsolidasi Nasional Muhammadiyah pada 27-28 Juli di Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Komentar