Medan-BP: Kinerja Badan Pengelola Otorita Danau Toba (BPODT) terkesan lamban. Soalnya hingga memasuki September 2018 pencapaian serapan anggaran baru sekitar 20 persen dari total anggaran Rp 73 miliar.
Berdasarkan keterangan Public Relation(PR) BPODT, Ondo Ria Simatupang SI. Kom kepada harianbatakpos.com, Senin (10/9) lambannya tingkat pencapaian target atau serapan anggaran 2018 terganjal di lahan.
Sebab, dari 585 hektar lahan yang diserahkn pemerintah di Desa Sibisa, Kabupaten Tobasa hingga saat ini belum bisa dikuasai BPODT sepenuhnya.
Menurut Ondo Ria, lahan seluas 585 hektar itu belum bisa disertifikatkan Badan Pertanahan Nasional(BPN) karena sebagian masih diklaim warga setempat miliknya atau status tanah ulayat.
“Dari 585 hektar diklaim masyarakat sekitar 150 hektar sebagai tanah ulayat,” ujar Ondo Ria.
Sedangkan sisanya sekitar 335 hektar lagi merupakan kawasan hutan atau milik negara.
Jadi lahan ini pun belum bisa disertifikatkan menunggu penyelesaian tanah ulayat tersebut.
Pemerintah maunya lahan seluas 585 hektar yang diserahkan ke BPODT bisa disertifikatkan secara kolektif agar sertifikatnya tidak terpisah.
Ditegaskan, membangun destinasi pariwisata Danau Toba hendaknya didukung semua pihak. Tanpa dukungan semua elemen masyarakat semua program pemerintah bisa terkendala.
Cukup banyak tantangan yang dihadapi BPODT dalam melaksanakan program yang telah teragendakan. Sehingga masyarakat berpendapat macam-macam yang bersifatnegatif. Kadang dituding lambanlah, progress pembangunan pariwisatanya nihil, danau toban tetap jorok dan sebagainya.
Padahal, jika disadari semuanya ini terganjal akibat ulah masyarakat itu sendiri. Lihat saja permukaan Danau Toba kelihatan jorok akibat menjamurnya keramba jaring ikan, limbah hotel, limbah ternak, limbah penduduk di sepanjang pinggiran Danau Toba.
Perlu diketahui bahwa pembangunan destinasi patiwisata danau toba bukan semata-mata tugas Kementrian Pariwisata tapi tanggungjawabat semua elemen atau lintas sektoral.
Terutama pembangunan karakter (character building) masyarakatnya harus matang betul. Artinya sifat keprimitifan, keegoan, kekerasan dan kemunafikan itu harus dikikis habis.
“Coba bayangkan pemerintah telah mengucurkankan anggaran yang cukup besar untuk pembangunan pariwisata Danau Toba tapi tak bisa dimanfaatkan hanya karena ulah segelintir orang,” ujar Ondo.
Ondo menyebutkan, untuk menjadikan Danau Toba sebagai pusat pariwisata internasional harus terlebih dahulu dibenahi kharakter masyarakat.
“Miris kaldera geopark Danau Toba berhasil bila watak masyarakatnya belum berubah,” ujar Ondo Ria. (BP/RD)
Komentar