HarianBatakpos.com – Hasil investasi perusahaan asuransi jiwa anjlok 29,99% secara year on year (yoy) menjadi Rp11,46 triliun pada Juni 2024, seiring penurunan kinerja pasar saham Indonesia. Perubahan strategi investasi pun diperlukan untuk menghadapi tantangan ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, penurunan hasil investasi terbesar terjadi pada lini usaha PAYDI, khususnya hasil investasi dari instrumen saham dan reksadana. “Asuransi jiwa sendiri memiliki penempatan yang cukup signifikan pada instrumen saham dan reksadana, masing-masing sebesar 26% dan 14% dari total investasi,” ungkap Ogi dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, (8/8/2024).
Selain itu, penyebab penurunan hasil investasi tidak terlepas dari pengaruh kondisi pertumbuhan ekonomi terutama saat arus investasi di pasar modal tertekan. Hal ini berdampak terhadap kinerja sektor pasar modal.
Sebagaimana diketahui, IHSG telah terkoreksi 2,88% ke level Rp7.063 selama enam bulan pertama tahun 2024. Pelemahan IHSG selama semeter pertama tahun 2024 salah satunya disebabkan oleh keluarnya dana asing dari pasar modal RI, dimana Net sell asing tercatat sebesar Rp 7,73 triliun ytd. Untuk mengantisipasi penurunan hasil investasi pada instrumen saham dan reksadana, perusahaan asuransi perlu meninjau kembali strategi investasinya dan melakukan shifting ke instrumen yang memberikan return lebih baik.
Ogi menambahkan, perusahaan asuransi harus berpegang pada prinsip liability driven investment, guna memastikan kecukupan investasi dan ketepatan/timing likuiditas yang diperlukan untuk membayar manfaat kepada pemegang polis di waktu yang akan datang. Ia pun menghendaki apabila ke depan akan terdapat perubahan alokasi aset investasi di industri asuransi.
Sebelumnya, OJK telah meluncurkan Peraturan OJK Nomor 5 tahun 2023 dan Nomor 6 tahun 2023, yang masing-masing merevisi aturan di POJK sebelumnya soal perusahaan asuransi dan reasuransi. OJK menilai perlu adanya revisi POJK karena ketentuan batasan maksimum investasi pada pihak terkait untuk aset selain Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (non PAYDI) dinilai masih terlalu besar sehingga belum dapat mencegah risiko konsentrasi yang berlebihan.
Selain itu, aset PAYDI atau unitlink diketahui belum memuat ketentuan batas maksimum investasi sehingga risiko penyalahgunaannya besar. Salah satu perubahan mendasar yang diterapkan adalah penyesuaian ketentuan batasan maksimum investasi dengan pihak terkait paling tinggi 10% dari hasil penjumlahan ekuitas dan pinjaman subordinasi, sementara pada pihak yang bukan pihak terkait paling tinggi 25% dari total investasi yang bersumber selain subdana.
Total, setidaknya ada 26 pokok perubahan dalam peraturan OJK yang ada. OJK menegaskan, segala bentuk eksposur risiko harus disesuaikan dengan kemampuan permodalan perusahaan untuk menanggung risiko. Khusus untuk PAYDI, perusahaan harus menjaga tingkat eksposur risiko dengan memperhatikan potensi dampaknya terhadap kinerja investasi PAYDI. Penurunan hasil investasi perusahaan asuransi jiwa ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan sektor asuransi di Indonesia.
Komentar