Medan, HarianBatakpos.com – Nilai tukar rupiah terus menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), membuka peluang bagi berbagai sektor di Indonesia untuk mendapatkan keuntungan. Penguatan nilai tukar rupiah ini sangat menguntungkan karena ketika dolar AS melemah, sejumlah sektor akan diuntungkan dari sisi kurs serta penurunan beban ongkos impor.
Pada perdagangan Rabu (14/8/2024), mata uang Garuda ditutup di harga Rp15.675/US$, menguat 0,98% dari penutupan sehari sebelumnya. Penguatan ini merupakan titik terkuat nilai tukar rupiah selama hampir lima bulan terakhir, sejak 21 Maret 2024.
Penguatan nilai tukar rupiah ini terjadi seiring dengan melandainya inflasi AS yang lebih baik dari perkiraan pasar. Dengan begitu, peluang penurunan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), semakin besar, yang turut memicu penguatan nilai tukar rupiah.
Menurut perangkat CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada September menjadi 4,75% – 5,00% mencapai 52,5%. Sementara pada akhir tahun, suku bunga diproyeksikan berada di kisaran 4,25%-4,50%. The Fed sendiri telah mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 5,25%-5,50% selama setahun terakhir setelah menaikkan sebesar 525 bps sejak 2022. Tren ini berdampak positif pada penguatan nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah yang semakin kuat membuat sejumlah sektor di Indonesia, termasuk sektor healthcare, konstruksi, perbankan, dan retail, meraih keuntungan. Sektor-sektor ini mendapat manfaat dari selisih kurs dan penurunan beban biaya impor, terutama bagi perusahaan yang memiliki utang berdenominasi dolar AS.
Sektor healthcare akan menjadi salah satu yang paling diuntungkan oleh penguatan nilai tukar rupiah ini, mengingat dominasi impor bahan baku farmasi yang masih mencapai 90%. Emiten farmasi seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF) diproyeksikan akan mendapatkan keuntungan signifikan dari penguatan nilai tukar rupiah ini.
Selain itu, sektor konstruksi juga akan meraup untung dari penguatan nilai tukar rupiah, karena ketergantungan mereka pada pasokan material impor. Saham emiten konstruksi seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), dan PT PP Tbk (PTPP) menunjukkan kenaikan yang signifikan seiring dengan penguatan nilai tukar rupiah.
Sektor perbankan juga diuntungkan dari penguatan nilai tukar rupiah, terutama karena aliran dana (capital inflow) yang semakin deras ke Indonesia. Emiten perbankan besar seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) diproyeksikan akan terus menguat.
Nilai tukar rupiah yang kuat juga membawa berkah bagi PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) di sektor retail, yang banyak bergantung pada impor barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup. Dengan penguatan nilai tukar rupiah, beban impor ACES diperkirakan akan menurun, meningkatkan margin keuntungan perusahaan.
Terakhir, emiten consumer goods Grup Salim seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) juga akan merasakan manfaat dari penguatan nilai tukar rupiah. Dengan utang obligasi berdenominasi dolar AS yang besar, penguatan nilai tukar rupiah akan mengurangi beban bunga pinjaman dan memberikan keuntungan dari selisih kurs bagi kedua perusahaan ini.
Dengan kondisi ini, penguatan nilai tukar rupiah diharapkan dapat terus berlanjut, memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Komentar