Jakarta, HarianBatakpos.com – Mata uang Asia terpantau cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah estimasi ekonomi AS yang sedikit menguat. Data terbaru yang dirilis pada Senin (2/9/2024) menunjukkan bahwa baht Thailand mengalami pelemahan terparah sebesar 0,71%, diikuti oleh rupiah Indonesia yang melemah 0,45%, dan ringgit Malaysia yang terdepresiasi 0,32%. Sementara itu, yen Jepang justru mengalami penguatan sebesar 0,13%.
Dalam beberapa hari terakhir, indeks dolar AS (DXY) mengalami kenaikan signifikan dari 100,55 pada 27 Agustus 2024 menjadi 101,7 pada 29 Agustus 2024, atau naik sebesar 1,14%. Kenaikan DXY ini mencerminkan penguatan ekonomi AS, yang mengalami peningkatan pada tingkat tahunan sebesar 3,0% pada kuartal terakhir. Angka ini direvisi naik dari tingkat sebelumnya yang dilaporkan sebesar 2,8%, menurut Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan.
Belanja konsumen di AS, yang merupakan lebih dari dua pertiga dari total ekonomi, meningkat pada tingkat 2,9% yang direvisi naik. Kenaikan ini didorong oleh upah, meskipun penurunan peringkat investasi bisnis dan revisi turun pada ekspor dan investasi inventaris swasta juga mempengaruhi angka ini. Sementara itu, klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara turun 2.000 menjadi 231.000 yang disesuaikan secara musiman untuk minggu yang berakhir pada 24 Agustus. Penurunan ini mengindikasikan penguatan pasar tenaga kerja di AS dan mengurangi distorsi yang disebabkan oleh penutupan pabrik dan Badai Beryl.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada pertengahan September kini semakin tinggi, dengan prediksi pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps). Jika prediksi ini menjadi kenyataan, DXY kemungkinan tidak akan mengalami pelemahan yang signifikan. Namun, jika pemangkasan suku bunga mencapai 50 bps, DXY berpotensi turun lebih dalam, yang dapat memberikan dampak positif bagi mata uang Asia.
Komentar