Ekbis
Beranda » Berita » Tidak Ada Alasan Kuat BI untuk Pangkas Suku Bunga Acuan Secara Agresif

Tidak Ada Alasan Kuat BI untuk Pangkas Suku Bunga Acuan Secara Agresif

Tidak Ada Alasan Kuat BI untuk Pangkas Suku Bunga Acuan Secara Agresif
Tidak Ada Alasan Kuat BI untuk Pangkas Suku Bunga Acuan Secara Agresif

Jakarta, HarianBatakpos.com – Ekonom Senior dan Kepala Eksekutif LPS 2015-2020, Fauzi Ichsan, menyatakan bahwa tidak ada alasan kuat bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuannya secara agresif pada rapat dewan gubernur bulan ini.

Ia menjelaskan bahwa kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan masa setelah krisis, seperti krisis finansial 2008 dan krisis akibat Pandemi Covid-19 pada 2020. Indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga di kisaran 5%, dan nilai tukar rupiah yang masih mampu menguat ke level Rp 15.342/US$, meski suku bunga acuan BI Rate berada di level 6,25% dengan inflasi rendah di kisaran 2,1%.

“Kali ini, pemangkasan suku bunga itu tidak se-urgent tahun 2020 atau 2008,” kata Fauzi dilansir CNBC Indonesia, dikutip Rabu (18/9/2024).

Pasar Energi Stabil, Wall Street Naik Meski Ketegangan Iran-AS Meningkat

Pemangkasan suku bunga lebih dirangsang oleh turunnya inflasi. Pertumbuhan ekonomi dunia juga masih stabil di kisaran 3,1%. Jadi, menurutnya, tidak ada urgensi untuk memangkas suku bunga global secara tajam.

Fauzi Ichsan menekankan bahwa dalam menjaga stabilitas moneter saat ini, fokus BI harus tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal ini sangat tergantung pada suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve (The Fed).

Karena itu, Fauzi mengatakan, BI tidak akan menurunkan suku bunga acuannya dalam pengumuman hasil rapat dewan gubernur BI hari ini sebelum The Fed terlebih dahulu mengambil keputusan untuk memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate esok hari.

“Karena pada umumnya, mata uang emerging markets sangat ditentukan oleh arus modal antara pasar finansial, yang sangat dipengaruhi oleh suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat,” ucap Fauzi.

Ekonomi Desa Diperkuat, Prabowo Tunjuk Zulkifli Hasan Pimpin Satgas Koperasi

Pelaku pasar keuangan memperkirakan bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuannya yang saat ini di level 5,25%-5,5% secara bertahap mulai bulan ini sebesar 25 basis points (bps). Pertimbangan ini didasarkan pada tingkat inflasi di AS yang kini sudah di kisaran 2,5%, sehingga suku bunga riilnya seharusnya sudah di level 3,5%.

Dengan ekspektasi ini, Fauzi menyebutkan, rupiah telah mampu menguat dari level sebelumnya yang terus bergerak di kisaran Rp 16.000/US$ karena kondisi pelemahan ekonomi saat ini berbeda dengan yang terjadi setelah krisis 2008 dan 2020 yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi anjlok dan nilai tukar tersungkur.

“Karena kini ada diversifikasi dari investor yang sebelumnya berinvestasi di North East Asia, seperti China, Taiwan, Korea, ke emerging markets lainnya seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Bahkan valuasi pasar saham di India sudah mahal, sehingga diversifikasi akan mengarah ke ASEAN,” tutur Fauzi.

Oleh sebab itu, Fauzi menyatakan, kecenderungan pelaku pasar keuangan saat ini memandang bahwa dalam 18 bulan ke depan aktivitas ekonomi akan positif. The Fed diperkirakan akan terus menurunkan suku bunga acuannya secara bertahap hingga mencapai level 3,5%.

“Ini akan menguntungkan Indonesia dengan penguatan rupiah, yang akan menurunkan inflasi impor dan memicu kenaikan IHSG serta pasar obligasi. Secara global, 18 bulan ke depan ini akan positif,” ungkapnya.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *