Jakarta,harianbatakpos.com – Habib Rizieq Shihab (HRS) bersama sejumlah tokoh masyarakat mengajukan gugatan perdata terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran penggunaan wewenang oleh Jokowi selama menjabat sebagai Presiden Indonesia, khususnya terkait pernyataan dan kebijakan sejak masa kampanye pilgub dan pilpres.
Pengacara HRS, Aziz Yanuar, menyatakan bahwa gugatan tersebut diajukan karena adanya dugaan kebohongan dengan menggunakan instrumen ketatanegaraan. Meski tidak merinci secara spesifik pelanggaran tersebut, Aziz menyinggung kampanye politik Jokowi sebagai salah satu dasar gugatan. “Gugatannya perihal dugaan kebohongan dengan menggunakan instrumen ketatanegaraan,” kata Aziz.
Dalam siaran pers yang dibagikan oleh pihak penggugat, mereka menilai Jokowi telah melakukan kebohongan sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 hingga menjabat sebagai presiden dua periode. Beberapa pernyataan yang dianggap sebagai kebohongan termasuk proyek mobil Esemka serta klaim mengenai uang Rp 11.000 triliun.
Total tujuh orang yang menjadi penggugat dalam kasus ini, termasuk nama-nama seperti Munarman, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, dan aktivis Edy Mulyadi. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 661/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst dan diajukan pada 30 September 2024. Dalam petitumnya, penggugat meminta agar Jokowi dinyatakan bersalah dan membayar ganti rugi sebesar Rp 5.246,75 triliun yang akan disetorkan kepada kas negara.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menanggapi gugatan tersebut dengan menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mengajukan gugatan, namun harus dilakukan secara serius dan bertanggung jawab. “Bahwa setiap orang yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya, prinsip hukum ini harus selalu dikedepankan,” kata Dini. Ia juga mengingatkan agar proses hukum tidak digunakan untuk mencari sensasi atau tujuan provokatif.
Dini menambahkan bahwa selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi, tentu ada kelebihan dan kekurangan, dan penilaian akhir diserahkan kepada masyarakat. Terkait gugatan tersebut, pihak Istana akan menunggu proses lebih lanjut di pengadilan sebelum memberikan tanggapan lebih jauh.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh besar seperti HRS dan Presiden Jokowi, serta menyangkut isu politik dan hukum yang masih berkembang di Indonesia. BP/CW1
Komentar