Jakarta, HarianBatakpos.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laba industri perbankan Indonesia mencapai Rp171,03 triliun pada Agustus 2024. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 6,42 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan Agustus 2023.
“Secara umum hingga Agustus 2024, mayoritas industri perbankan di Indonesia membukukan laba,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) OJK, Dian Ediana Rae, di Jakarta pada hari Jumat.
Dari proyeksi yang ada, laba perbankan masih dapat tumbuh secara berkelanjutan. Kebijakan relaksasi moneter, termasuk penurunan BI Rate dari 6,25 persen menjadi 6 persen, diyakini akan menurunkan biaya dana, sehingga mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkontribusi pada kinerja bank.
Dian juga menjelaskan bahwa peningkatan pencadangan oleh bank merupakan langkah mitigasi untuk mengantisipasi risiko kredit yang mungkin timbul dari potensi peningkatan eksposur risiko kredit. Pada posisi Agustus 2024, Non-Performing Loan (NPL) Coverage perbankan tercatat sebesar 191,75 persen, dengan NPL yang terjaga di angka 2,26 persen.
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah penyisihan yang dibentuk atas penurunan nilai instrumen keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK). Langkah ini merupakan bagian dari strategi bank untuk memitigasi risiko eksposur kredit, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
OJK terus mendorong perbankan untuk memperkuat manajemen risiko dan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) serta tata kelola yang baik, agar perbankan dapat tumbuh dengan sehat dan berkelanjutan. Peningkatan pencadangan dapat dilakukan seiring dengan penurunan nilai instrumen keuangan sesuai dengan SAK berdasarkan portofolio dan eksposur masing-masing bank.
Kualitas kredit juga tetap terjaga, dengan rasio NPL Gross perbankan yang stabil di level 2,27 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen. Selain itu, Loan at Risk (LAR) menunjukkan tren penurunan menjadi 10,17 persen pada Agustus 2024. Rasio LAR ini mendekati level sebelum pandemi yang sebesar 9,93 persen pada Desember 2019. Dengan demikian, saat ini belum terdapat risiko kredit yang berdampak signifikan pada profitabilitas bank.
Di sisi lain, OJK terus melakukan pengawasan melalui siklus risk-based supervision. Ini termasuk pembinaan terhadap bank agar sesuai dengan Rencana Bisnis Bank, evaluasi pencadangan, dan kecukupan modal.
OJK juga melaksanakan pengawasan on-site yang dilakukan secara sampling, untuk memastikan bahwa pemberian kredit dilakukan sesuai dengan prinsip prudential banking yang berlaku, dengan manajemen risiko dan tata kelola yang memadai, serta melakukan evaluasi terhadap pencatatan laporan keuangan sesuai dengan SAK.
Komentar