Medan, HarianBatakpos.com – Dalam kasus yang melibatkan kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun, nama Harvey Moeis muncul sebagai salah satu terdakwa. Kasus ini mengundang perhatian publik dan berujung pada laporan terhadap Guru Besar IPB, Bambang Hero Saharjo, oleh tim pengacara pada Polda Bangka Belitung.
Bambang Hero dianggap tidak berkompeten dalam melakukan penghitungan kerugian yang mencakup angka fantastis tersebut. Dalam laporan, tim pengacara menekankan pentingnya menelaah lebih jauh mengenai metode penghitungan yang telah dilakukan.
“Kami berharap majelis hakim menelaah lebih jauh, tidak hanya pada penilaian subjektif,” ungkap Pengacara Hukum Andi Kusuma, dilansir dari Kompas.com.
Melihat dampak dari penilaian ini, banyak perusahaan di Bangka Belitung mengalami penutupan, dan banyak pekerja dirumahkan. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga berdampak pada kehidupan masyarakat setempat. “Dampak dari penilaian saudara Bambang, ekonomi Bangka Belitung terpuruk,” lanjut Andi.
Laporan pengaduan yang diajukan mencakup pertanyaan mengenai metode dan relevansi penghitungan kerugian. Apakah metode yang digunakan, termasuk pengambilan sampel melalui citra satelit, sudah sesuai?
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bangka Belitung, Kombes Nyoman Merthadana, mengkonfirmasi penerimaan laporan tersebut dan berjanji untuk mendalaminya.
Ketidakpuasan terhadap hasil penghitungan ini telah bergulir sejak lama. Sejumlah elemen masyarakat bahkan menggelar aksi demo di depan kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini tidak hanya menjadi perhatian lokal, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kebijakan pertambangan di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, kasus kerugian Rp 271 triliun yang melibatkan Harvey Moeis dan laporan terhadap Bambang Hero menjadi perhatian serius. Implikasi hukum dan sosial dari kasus ini dapat berpengaruh jauh lebih luas daripada yang diperkirakan.
Komentar