Medan, HarianBatakpos.com – Secondary Traumatic Stress merupakan kondisi di mana seseorang turut merasakan trauma akibat mendengar atau menyaksikan pengalaman buruk orang lain.
Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa simpati yang mereka rasakan bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental.
Perkembangan Secondary Traumatic Stress dipengaruhi oleh frekuensi dan detail yang disaksikan seseorang mengenai peristiwa traumatis. Semakin sering seseorang terpapar pada peristiwa tersebut, semakin tinggi kemungkinan mereka mengalaminya.
Beberapa faktor penyebabnya termasuk pengalaman traumatis, keterhubungan empatik, dan paparan media, dilansir dari Suara.Com.
Siapa pun dapat mengalami Secondary Traumatic Stress, tetapi orang-orang terdekat korban biasanya memiliki risiko lebih tinggi. Para profesional seperti terapis, konselor, dan petugas medis juga lebih rentan terhadap kondisi ini. Mereka sering berinteraksi dengan korban trauma, yang membuat mereka lebih mudah berempati dan merasakan beban emosional.
Gejala Secondary Traumatic Stress bervariasi, mulai dari kesulitan tidur hingga kelelahan emosional. Rasa bersalah dan kewaspadaan tinggi juga sering muncul sebagai respons terhadap peristiwa traumatis yang disaksikan. Penting untuk mengenali gejala ini agar dapat segera mencari perawatan yang sesuai.
Perawatan untuk Secondary Traumatic Stress meliputi terapi, manajemen stres, dukungan sosial, dan praktik mindfulness. Pencarian dukungan dari profesional kesehatan mental sangat penting untuk membantu individu mengatasi dampak negatif dari kondisi ini.
Dengan memahami Secondary Traumatic Stress, individu dapat lebih siap untuk menghadapi dampak emosional yang mungkin muncul. Mencari bantuan adalah langkah penting menuju kesembuhan dari kondisi ini.
Komentar