Medan, HarianBatakpos.com – Dunia advokat saat ini tengah menghadapi tantangan serius terkait marwah pengadilan, terutama setelah insiden seorang pengacara berinisial FO yang berperilaku tidak pantas selama sidang. Tindakan tersebut mendapatkan kecaman luas dan dianggap sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan. Dalam konteks ini, penting bagi setiap advokat untuk memahami peran mereka dalam menjaga marwah pengadilan dan etika profesi.
Sebagai bagian dari sistem hukum, advokat memiliki tanggung jawab besar untuk mematuhi Kode Etik Advokat Indonesia. Kode etik ini bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga fondasi moral yang mendasari integritas dan profesionalisme. Pasal 2 Kode Etik menegaskan bahwa “Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran.” Ini menunjukkan bahwa advokat harus menjadi teladan dalam integritas dan kejujuran, dikutip dari kompas.com.
Marwah pengadilan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 14 UU Advokat menyatakan bahwa advokat bebas mengeluarkan pendapat selama tetap berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan. Namun, kebebasan ini bukan tanpa batas, dan advokat harus menghindari tindakan yang dapat merendahkan kewibawaan pengadilan.
Kasus FO mengingatkan kita bahwa setiap advokat harus menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Advokat tidak hanya bertanggung jawab kepada klien, tetapi juga kepada masyarakat dan sistem hukum. Melalui perilaku yang baik, advokat dapat menjaga marwah pengadilan dan memastikan keadilan ditegakkan.
Akhirnya, marwah profesi advokat sebagai officium nobile harus senantiasa dijaga. Dengan mengedepankan etika dan moralitas, advokat dapat terus berperan sebagai pilar utama dalam menegakkan keadilan di Indonesia. Hanya dengan cara ini, profesi advokat akan dihormati dan diakui sebagai bagian penting dari sistem peradilan yang adil dan berintegritas.
Komentar