Medan, HarianBatakpos.com – Belakangan ini, kasus korupsi di lingkungan Pertamina kembali menyita perhatian banyak pihak. Korupsi ini bukan hanya karena nilai fantastisnya, yaitu Rp 193 triliun lebih, tetapi juga karena melibatkan banyak orang penting di Pertamina. Korupsi di BUMN ini merugikan rakyat secara langsung, sehingga pertanyaannya muncul: siapa yang patut disalahkan dalam pusaran korupsi di Pertamina ini?
Siapa yang Layak Disalahkan dalam Korupsi Pertamina?
Majalah Tempo mengungkapkan delapan kasus besar korupsi di Pertamina, termasuk korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Dalam kasus ini, 12 direktur Pertamina menjadi tersangka. Meskipun beberapa kasus sudah lama terjadi, penyelesaiannya belum tuntas. Salah satu yang viral adalah pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax, dijual dengan harga yang lebih tinggi. Praktik ini jelas merugikan konsumen dan keuangan negara, dikutip dari kompas.com.
Terkait gaji pimpinan Pertamina yang mencapai Rp 4 miliar per bulan, anggota DPR-RI menyoroti bahwa angka tersebut mengalahkan gaji bos perusahaan multinasional. Hal ini semakin memperburuk citra Pertamina di mata publik. Dalam konteks ini, siapa saja yang layak disalahkan? Tentu saja para pelaku korupsi dan mereka yang terlibat dalam pusaran tersebut harus diproses secara hukum. Namun, ada juga pihak lain yang perlu dipertanyakan.
Mereka yang mengetahui adanya penyimpangan tetapi memilih diam juga layak disalahkan. Kalangan DPR-RI, khususnya yang membidangi ESDM, tampak lambat dalam bersuara. Pejabat audit internal Pertamina juga patut diduga mengetahui banyak hal, namun tidak mengambil tindakan. Selain itu, cendekiawan dan pimpinan ormas harusnya lebih kritis terhadap penyimpangan yang terjadi. Mereka berada di dekat pusat kekuasaan dan memiliki sumber informasi yang dapat dipercaya.
Dalam menghadapi masalah korupsi ini, penting bagi semua pihak untuk bersuara dan bertindak. Diam itu emas, tetapi berbicara yang baik adalah berlian yang bersinar.
Komentar