Jakarta, HarianBatakpos.com – Harga minyak dunia mengalami penurunan pada perdagangan kemarin seiring dengan antisipasi pasar terhadap kebijakan tarif balas dendam yang diumumkan Amerika Serikat (AS) pada 2 April 2025.
Merujuk data Refinitiv, pada perdagangan Selasa (1/4/2025), harga minyak jenis Brent turun 0,37% ke posisi US$ 74,49 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melemah 28 sen atau 0,39% menjadi US$ 71,20 per barel.
Pada perdagangan Rabu pagi ini (2/4/2025) pukul 07.20 WIB, harga minyak Brent kembali mengalami kontraksi tipis 0,04%, sedangkan WTI terkoreksi 0,03%.
Ancaman kebijakan tarif yang dicanangkan Presiden AS, Donald Trump, membuat pasar bersiap menghadapi gejolak di pasar komoditas, terutama minyak.
Melansir Reuters, Trump selama berminggu-minggu telah menetapkan tanggal 2 April sebagai “Hari Pembalasan”, yang berdampak besar pada hambatan perdagangan internasional. Trump menyatakan bahwa tarif timbal balik akan menargetkan semua negara yang dianggap memperlakukan warga Amerika secara tidak adil.
Investor global dengan cemas menunggu rincian kebijakan tersebut. Presiden dari Partai Republik ini telah mengenakan tarif pada berbagai sektor, termasuk aluminium, baja, dan otomotif, serta meningkatkan tarif pada seluruh barang impor dari China.
Sebelumnya, pada Minggu (30/3/2025), Trump juga mengancam akan menerapkan tarif sekunder sebesar 25% hingga 50% terhadap pembeli minyak Rusia jika Moskow mencoba menghalangi upaya mengakhiri perang di Ukraina. Kebijakan ini berpotensi mengganggu pasokan minyak global dan berdampak besar pada pelanggan utama Rusia, seperti China dan India.
Selain itu, Trump juga mengancam Iran dengan tarif serupa dan bahkan kemungkinan serangan militer jika tidak mencapai kesepakatan dengan AS.
Adapun survei Reuters terhadap 49 ekonom dan analis pada Maret lalu memproyeksikan harga minyak akan terus berada dalam tekanan sepanjang tahun. Faktor utama yang memengaruhi harga minyak meliputi kebijakan tarif AS, perlambatan ekonomi di India dan China, serta peningkatan produksi minyak oleh OPEC+.
Komentar