Bandung, HarianBatakpos.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akhirnya bertemu langsung dengan seorang remaja putri yang sempat viral karena mengkritik kebijakan penghapusan kegiatan wisuda sekolah di wilayahnya.
Remaja putri yang dikenal melalui akun TikTok-nya, callme_au atau Iam_auracinta, viral setelah menyuarakan unek-unek terkait kebijakan gubernur yang melarang kegiatan wisuda di sekolah. Kritikan tersebut muncul setelah ia mengungkapkan bagaimana dia, yang ternyata juga korban gusuran, merasa bahwa penghapusan wisuda di sekolah mengurangi hak pelajar untuk merayakan pencapaian mereka.
Setelah video kritikan tersebut menjadi viral, Gubernur Dedi Mulyadi memutuskan untuk menemui langsung remaja putri itu. Dalam pertemuan tersebut, Dedi Mulyadi memberi kesempatan kepada remaja tersebut untuk menyuarakan pendapatnya. Namun, Dedi Mulyadi mempertanyakan relevansi acara wisuda di tingkat sekolah dasar dan menengah. Menurutnya, acara wisuda seharusnya hanya diperuntukkan bagi mereka yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
“TK ada wisuda, lalu SD wisuda lagi, terus SMP wisuda lagi, tetapi orang tuanya enggak punya rumah, tinggal di bantaran sungai. Kemarin ada ibu-ibu yang menangis karena harus bayar study tour ke Bali Rp 5,4 juta,” ungkap Dedi Mulyadi, dikutip dari Instagram-nya @dedimulyadi71.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kebijakan untuk melarang kegiatan wisuda dan study tour di sekolah merupakan langkah yang diambil demi meringankan beban masyarakat yang tengah kesulitan secara ekonomi. Ia menambahkan bahwa meski perpisahan adalah momen berharga, kenangan sejati justru terbangun melalui proses belajar dan bukan dari acara perpisahan yang menguras biaya.
Namun, remaja putri tersebut tetap memohon agar Gubernur Dedi Mulyadi mempertimbangkan keadilan, sehingga semua pelajar bisa merasakan perpisahan yang layak. Ia mengungkapkan bahwa keinginan untuk perpisahan bukan semata-mata tentang merayakan, tetapi juga bagian dari penghargaan terhadap perjalanan mereka selama di sekolah.
Kritikan tersebut akhirnya mendapat tanggapan lebih lanjut dari Dedi Mulyadi. Ia menanyakan sumber dana untuk perpisahan yang sering kali menjadi beban orang tua. “Duit perpisahan dari siapa?” tanya Dedi. Remaja putri tersebut menjawab, “Dari orang tua.” Dedi kemudian menegaskan, “Kalau dari orang tua, membebani tidak? Terus kalau tanpa perpisahan, apa sekolah bakal bubar?”
Menurut Dedi, meskipun perpisahan adalah momen penting, hal yang lebih penting adalah proses belajar yang dijalani oleh siswa selama tiga tahun. Dedi Mulyadi juga menyatakan bahwa kritik yang disampaikan oleh pelajar tersebut kurang tepat, karena seharusnya kritik disampaikan ketika ada kebijakan yang justru membebani rakyat.
“Seharusnya kritik itu ketika ada kebijakan gubernur yang menyusahkan rakyat, seperti membebani orang tua dengan biaya iuran sekolah atau membiarkan banjir. Kritik itu saya senang. Tetapi ini, kritik karena melarang perpisahan, akhirnya di-bully karena logikanya tidak tepat,” tegas Dedi Mulyadi.
Komentar