Cibinong, HarianBatakpos.com – Terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Suparta, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025, di RSUD Cibinong. Dengan meninggalnya Suparta, status tersangka yang melekat padanya otomatis gugur, seperti yang dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. Kejagung juga memastikan bahwa proses hukum terkait kasus korupsi timah yang melibatkan Suparta akan terus berlanjut, meskipun status pidananya telah gugur setelah kematiannya.
Suparta, yang divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebelumnya mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan banding PT DKI. Hakim tingkat banding juga memerintahkan Suparta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun. Apabila tidak dapat membayar, Suparta dijatuhi hukuman tambahan berupa kurungan 10 tahun. Vonis banding ini lebih tinggi dibandingkan dengan vonis yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang sebelumnya hanya menghukum Suparta dengan 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Kasus korupsi pengelolaan timah yang melibatkan Suparta menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp 300 triliun. Kerugian ini dihitung dari kerusakan lingkungan dan hasil kerja sama antara PT Timah, sebagai BUMN, dengan pihak swasta.
Dengan meninggalnya Suparta, status pidana yang melekat padanya dianggap gugur secara otomatis. “Menurut hukum acara, kalau yang bersangkutan sudah meninggal, maka status pidananya otomatis gugur,” kata Harli Siregar saat dikonfirmasi, Selasa (29/4/2025).
Terkait dengan kewajiban pembayaran uang pengganti, Kejagung akan mengkaji hal tersebut lebih lanjut. Harli Siregar menjelaskan bahwa meskipun Suparta sudah meninggal, kewajiban pembayaran uang pengganti masih menjadi bagian dari kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan. “Kita akan kaji lebih lanjut. Ini berkaitan dengan kerugian keuangan negara, dan akan dipelajari oleh penuntut umum apakah ada langkah hukum lebih lanjut,” tambahnya.
Dalam kasus ini, pihak Kejagung juga menyebutkan kemungkinan untuk menyerahkan masalah uang pengganti ke bagian Datun untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan dalam UU Tipikor.
Komentar