Medan, HarianBatakpos.com – Dalam situasi yang menegangkan ini, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), telah mengambil langkah untuk melaporkan kasus dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu ke Polda Metro Jaya. Ini merupakan tindakan yang mencerminkan haknya sebagai warga negara untuk melindungi martabat dan reputasinya. Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, menegaskan bahwa Jokowi memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya dalam hal ini, dilansir dari laman Kompas.com.
Mahfud MD menyebutkan, “Dia (Jokowi) mengajukan ke Polda, itu boleh saja, hak dia kan untuk menjaga martabatnya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa setiap individu berhak untuk memperjuangkan kepentingan hukum mereka, termasuk mantan presiden. Namun, Mahfud juga mengingatkan bahwa Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) memiliki hak untuk melaporkan dugaan ijazah palsu yang lebih dahulu diajukan ke Bareskrim.
Hak dan Kewajiban yang Berimbang
Dalam konteks hukum, setiap laporan harus diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku. Mahfud menjelaskan, “Menurut aturan dan tradisi, ini yang harus diperiksa dulu yang di Bareskrim.” Hal ini menegaskan pentingnya proses hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Jokowi melaporkan lima orang terkait tuduhan ini, sementara TPUA sebelumnya telah melaporkan dugaan ijazah palsu yang menyangkut dirinya.
Mahfud menambahkan, “Itu ada di Pasal 310, sebuah laporan pencemaran nama baik kalau dilakukan karena kepentingan umum.” Dengan demikian, tindakan Jokowi untuk melapor dan hak TPUA untuk mengadukan keduanya memiliki dasar hukum yang kuat.
Polemik mengenai ijazah palsu ini bukan hanya sekadar isu pribadi, tetapi juga mencerminkan dinamika hukum yang kompleks di Indonesia. Baik Jokowi maupun TPUA memiliki hak dan kewajiban yang harus dihormati. Proses hukum yang transparan dan adil menjadi kunci untuk menyelesaikan masalah ini.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar