Raja Ampat, harianbatakpos.com – Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam pembangunan wisata Raja Ampat, Papua Barat. Peringatan ini disampaikan menyusul polemik terkait aktivitas tambang nikel yang dinilai mengancam kelestarian kawasan wisata unggulan Indonesia tersebut.
Dalam keterangan resmi Kementerian Pariwisata, Jumat (6/6/2025), Menpar Widiyanti menyatakan bahwa pembangunan sektor pariwisata harus selaras dengan ekosistem alam, budaya lokal, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. “Kita ingin pembangunan apapun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi, sosial, dan ekonomi,” ujar Widiyanti.
Kementerian Pariwisata bersama Komisi VII DPR RI telah melakukan kunjungan kerja ke Raja Ampat pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025. Dalam kunjungan tersebut, masyarakat adat secara tegas menolak rencana pembukaan tambang nikel baru. Mereka menyampaikan bahwa identitas Raja Ampat sebagai destinasi wisata alam tidak boleh digantikan oleh industri ekstraktif seperti pertambangan.
Sebagai tindak lanjut, Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dan meminta pemerintah pusat mengevaluasi izin tambang yang berpotensi merusak kawasan Raja Ampat. Bahkan, Menpar juga telah menerima langsung Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, yang turut menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pelestarian lingkungan di kawasan tersebut.
“Pemerintah daerah telah menegaskan bahwa Raja Ampat harus tetap menjadi kawasan konservasi laut, geopark UNESCO, dan destinasi prioritas pariwisata Indonesia,” lanjut Menpar.
Rapat koordinasi lintas sektor juga telah digelar pada Kamis (5/6/2025) guna menyusun langkah strategis dalam menjaga kelestarian jangka panjang Raja Ampat. Salah satu kebijakan utama yang sedang dikaji adalah pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang berfokus pada kualitas, bukan kuantitas kunjungan.
Menurut Menpar Widiyanti, pengembangan wisata Raja Ampat ke depan harus berlandaskan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Prinsip ekowisata akan menjadi landasan utama, termasuk mendorong investasi hijau yang berpihak pada alam dan budaya Papua.
Sebelumnya, isu tambang nikel di Raja Ampat mencuat setelah aksi protes yang dilakukan oleh aktivis Greenpeace dan warga lokal dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Selasa (3/6/2025). Aksi itu menyuarakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ekspansi tambang di pulau-pulau seperti Gag, Kawe, dan Manuran.
Greenpeace mencatat bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah dibabat untuk tambang, menyebabkan limpasan tanah ke laut yang berpotensi merusak terumbu karang dan kehidupan laut di Raja Ampat. Selain itu, industri tambang nikel dinilai memperparah krisis iklim karena masih menggunakan PLTU sebagai sumber energi.
Ikuti saluran Harianbatakpos.com di WhatsApp:https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar