Oleh: Yos Arnold Tarigan, SH,MH
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang secara resmi dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026. UU ini akan menggantikan KUHP yang lama dan diharapkan dapat membawa pembaruan sesuai dengan perkembangan zaman.
Seiring dengan akan diberlakukannya KUHP baru tersebut, banyak kalangan menyoroti pentingnya pembahasan dan merampungkan revisi KUHAP serta penyusunan aturan pendukung menjelang berlakunya KUHP Nasional pada 2026 mendatang. Langkah ini harus segera dilakukan untuk memastikan KUHP Nasional dapat dioperasikan dengan baik.
KUHAP yang baru bertujuan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan KUHP baru dan memastikan proses peradilan pidana berjalan adil, efektif, dan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Jika KUHAP tidak diperbarui, aparat penegak hukum akan kehilangan dasar hukum untuk melakukan penahanan setelah KUHP baru berlaku.
KUHAP yang saat ini berlaku, telah berusia lebih dari empat dekade dan dianggap perlu untuk diperbarui. Revisi KUHAP, atau bahkan pembentukan KUHAP baru, menjadi sorotan karena beberapa alasan, termasuk ketidaksesuaiannya dengan perkembangan zaman, kebutuhan untuk melindungi hak asasi manusia, dan penyelarasan dengan KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026.
Perlu diketahui, bahwa KUHAP yang masih berlaku sekarang, lahir pada tanggal 31 Desember 1981 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal tersebut dan menjadi dasar hukum acara pidana di Indonesia. KUHAP menggantikan hukum acara pidana sebelumnya yang masih dipengaruhi oleh hukum pidana formil Belanda, menandai era baru dalam sistem hukum pidana Indonesia, yang lebih menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin persamaan kedudukan warga negara di mata hukum.
Pembaruan KUHAP memang krusial, dan jika tidak dilakukan dengan tepat, bisa berpotensi menghilangkan dasar hukum bagi aparat penegak hukum (APH) dalam melakukan penahanan dan proses hukum lainnya. Pembaruan ini harus mempertimbangkan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat agar tidak menimbulkan ketidakadilan.
Karena, KUHAP mengatur tata cara penegakan hukum pidana di Indonesia, termasuk prosedur penangkapan, penahanan, dan penyidikan. Jika KUHAP tidak diperbarui, ketentuan-ketentuan yang sudah usang atau tidak sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk yang berkaitan dengan penahanan, tidak akan berlaku lagi. Hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum.
KUHAP adalah dasar hukum yang mengatur bagaimana proses hukum pidana dijalankan di Indonesia. Ini mencakup berbagai tahap, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, hingga persidangan.
Pasal-pasal dalam KUHAP yang mengatur tentang penahanan, seperti Pasal 21 ayat (4), memberikan dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dalam kondisi tertentu.
Jika KUHAP tidak diperbarui, maka pasal-pasal yang mengatur penahanan dan proses hukum lainnya bisa menjadi tidak berlaku lagi, terutama jika ada ketentuan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang baru yang tidak sinkron dengan KUHAP.
Hal ini dapat mengakibatkan aparat penegak hukum kehilangan legitimasi untuk melakukan penahanan dan proses hukum lainnya, karena tidak ada dasar hukum yang jelas yang mengatur hal tersebut.
Kepastian Hukum
Pembaruan KUHAP menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa proses hukum pidana tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, serta untuk melindungi hak asasi manusia.
Pembentukan KUHAP baru juga merupakan langkah penting dalam upaya pembaruan sistem peradilan pidana di Indonesia, demi terciptanya sistem hukum yang lebih adil, transparan, dan berkeadilan.
Pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dapat diselesaikan pada akhir tahun 2025. Target ini sejalan dengan rencana penerapan KUHP Nasional (UU No. 1 Tahun 2023).
Pembahasan RUU KUHAP dilakukan Komisi III DPR. Komisi yang membidangi persoalan hukum itu telah aktif meminta masukan masyarakat. Kita semua optimis bahwa pembaharuan KUHAP akan selesai sebelum akhir tahun 2025 agar selaras dengan pemberlakuan KUHP baru pada awal 2026.
Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mengesahkan RUU KUHAP yang baru agar penegakan hukum tetap berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pembaruan KUHAP merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem hukum pidana yang modern, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dengan pembaruan ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia dapat lebih efektif, efisien, dan dipercaya oleh masyarakat. Berlakunya KUHAP juga membutuhkan aturan pelaksanaan yang jelas untuk mendukung penerapannya. Aturan tersebut penting agar prinsip-prinsip, seperti restorasi keadilan, mediasi, dan batasan waktu dalam proses hukum dapat dijalankan secara optimal.
Tidak kalah penting dalam pembaruan KUHAP ini adalah bagaimana cara proses pelaksanaan restorasi, sebagai bagian dari restorasi keadilan, harus memiliki kejelasan dalam pelaksanaannya, termasuk kapan tahap restorasi tersebut dilaksanakan, apakah saat penyelidikan, penyidikan, atau saat dilimpahkan ke kejaksaan. Hal ini perlu ada kepastian hukum dalam KUHAP yang baru, termasuk batas waktu untuk penyelesaiannya.
Oleh karena itu, sangat penting untuk segera mengesahkan RUU KUHAP yang baru agar penegakan hukum tetap berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pembaruan KUHAP merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem hukum pidana yang modern, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan pembaruan ini, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia dapat lebih efektif, efisien, dan dipercaya oleh masyarakat.
KUHAP baru akan mengatur ulang penahanan, dengan tujuan untuk menyelaraskannya dengan KUHP baru yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. KUHAP baru ini juga akan memperketat syarat penahanan dan memberikan batasan kewenangan penahanan hanya kepada penyidik tertentu seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan TNI AL. Dengan adanya pengaturan baru ini, diharapkan penahanan dapat dilakukan secara lebih adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Penulis adalah mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Komentar