Lombok Utara, harianbatakpos.com – Kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi mengguncang institusi kepolisian di NTB. Brigadir yang diketahui merupakan anggota Propam Polda NTB itu ditemukan tewas di kolam renang sebuah villa di kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara. Peristiwa tragis ini melibatkan dua atasannya sendiri dan satu wanita muda, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Jasad Brigadir Nurhadi ditemukan tenggelam dengan luka memar serta tanda-tanda kekerasan di tubuhnya. Berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka benda tumpul dan bekas cekikan di leher korban. Hal ini menguatkan dugaan bahwa korban tewas karena kekerasan fisik yang dilakukan sebelum dirinya tenggelam di kolam renang villa.
Kepolisian menetapkan tiga tersangka dalam kasus pembunuhan ini, yakni Kompol I Made Yogi Purusa (IMYPU), Ipda Haris Chandra (HC), dan seorang wanita berinisial M. Ketiganya berada di villa saat peristiwa nahas itu terjadi. Para pelaku disebut tengah menggelar pesta bersama dua wanita.
Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengungkapkan bahwa Brigadir Nurhadi sempat diberikan obat penenang sebelum ditemukan tewas. “Berdasarkan hasil ekshumasi, korban berada dalam keadaan tidak sadar saat tenggelam. Ada indikasi dicekik sebelum akhirnya kehilangan kesadaran,” ujar Syarif, Jumat (4/7/2025).
Dalam penyelidikan lanjutan, diketahui bahwa salah satu tersangka, M, adalah wanita asal Jambi yang ikut dalam pesta tersebut. Hanya M yang saat ini ditahan karena berdomisili di luar NTB, untuk memudahkan proses penyidikan dan pengumpulan bukti.
Sementara dua tersangka lainnya, yakni Kompol I Made Yogi Purusa dan Ipda Haris Chandra, telah diberhentikan secara tidak hormat (PTDH) dari institusi Polri pada 27 Mei 2025. Keduanya tidak ditahan karena berdomisili di NTB dan dinilai kooperatif selama penyidikan.
Namun, pihak kepolisian tetap waspada karena salah satu dari kedua mantan perwira tersebut pernah menjabat sebagai Kasat Narkoba dan Kasat Reskrim, yang berpotensi mempengaruhi saksi atau merusak barang bukti. “Kami akan bertindak tegas jika terbukti mempengaruhi jalannya penyidikan,” tegas Syarif.
Autopsi juga mengungkap adanya tulang lidah patah, sebuah indikasi kuat korban mengalami cekikan sebelum akhirnya tenggelam. “Patah tulang lidah terjadi pada korban yang mengalami tekanan kuat di leher, ini indikasi dicekik. Selain itu, air kolam ditemukan di paru-paru dan ginjal korban, membuktikan korban masih hidup saat tenggelam,” ungkap dr. Arfi Samsun, ahli forensik Universitas Mataram.
Dalam pengembangan kasus, pihak penyidik bahkan menggunakan alat poligraf dari Labfor Polda Bali untuk mendalami keterangan para tersangka. Hasilnya, sebagian besar pernyataan tersangka tidak konsisten atau mengandung kebohongan.
Kombes Syarif juga menjelaskan, peristiwa nahas itu terjadi dalam rentang waktu antara pukul 20.00 hingga 21.00 WITA. Pada jam tersebut tidak ditemukan rekaman CCTV yang dapat mengungkap detail kejadian. “CCTV hanya mencatat keluar-masuknya orang di pintu masuk, namun tidak ada aktivitas di dalam villa,” ujarnya.
Kasus kematian Brigadir Nurhadi ini menambah daftar panjang kriminalitas di lingkungan aparat, dan menjadi pengingat bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan dan kelalaian yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Ikuti berita hukum dan kriminal terkini lainnya dari harianbatakpos.com melalui saluran WhatsApp resmi:
https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar