Demak, Harianbatakpos.com — Dunia pendidikan keagamaan kembali diguncang kasus kontroversial. Seorang guru Madrasah Diniyah (Madin) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, berinisial AZ, harus berhadapan dengan tuntutan dari wali murid yang meminta ganti rugi senilai Rp 25 juta usai insiden penamparan terhadap seorang santri.
Peristiwa ini terjadi ketika AZ diduga menampar salah satu muridnya saat proses belajar-mengajar berlangsung. Tindakan tersebut diklaim dilakukan sebagai bentuk pembinaan dan upaya mendisiplinkan santri. Namun, keluarga dari santri tersebut menilai tindakan sang guru telah melampaui batas dan menimbulkan trauma pada anak mereka.
Tidak terima, pihak wali murid meminta AZ membayar uang sebesar Rp 25 juta sebagai bentuk penyelesaian. Jika tidak dipenuhi, mereka mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Menanggapi situasi ini, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) menyatakan keprihatinan yang mendalam. FKDT menilai, langkah wali murid yang langsung menuntut secara finansial justru menunjukkan lemahnya semangat penyelesaian secara kekeluargaan yang selama ini menjadi landasan utama dalam lingkungan pendidikan keagamaan.
FKDT menyatakan bahwa seharusnya kasus seperti ini bisa diselesaikan melalui dialog dan pendekatan musyawarah, tanpa harus menyeret guru ke dalam persoalan hukum yang berpotensi memperkeruh suasana lembaga pendidikan.
AZ sendiri merasa tertekan dengan tuntutan tersebut. Ia mengaku tindakannya tidak dilandasi niat buruk, melainkan semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab moral dan spiritual dalam mendidik. Namun, tekanan dari pihak wali murid membuat dirinya merasa diperlakukan tidak adil.
Kasus ini memicu perhatian banyak pihak. Beberapa kalangan menilai bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan dalam dunia pendidikan. Namun, ada pula yang menilai bahwa bentuk disiplin seperti ini kerap ditemui di lingkungan Madin dan selama tidak berlebihan, seharusnya tidak langsung dikriminalisasi.
Situasi ini memperlihatkan ketegangan antara dua kepentingan besar: perlindungan terhadap anak dan penghormatan terhadap otoritas pendidik. Kini publik menanti, apakah kasus ini akan berujung damai atau menjadi catatan hitam dalam dunia pendidikan keagamaan.
Komentar