Jakarta, harianbatakpos.com – Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah kini menuai gugatan dari sejumlah warga. Gugatan ini dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap menimbulkan krisis legitimasi terhadap pemilu daerah dan memperpanjang masa jabatan kepala daerah di luar ketentuan lima tahunan.
Gugatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi ini disampaikan oleh pemohon yang meminta MK membatalkan keputusannya sendiri. Mereka mempersoalkan pemisahan pemilu nasional seperti Pilpres, Pileg DPR dan DPD, dengan pemilu daerah seperti DPRD dan Pilkada yang dijadwalkan terpisah hingga dua hingga dua setengah tahun. Menurut mereka, hal tersebut merusak kesinambungan demokrasi dan berpotensi melemahkan sistem akuntabilitas publik.
Hakim konstitusi sekaligus juru bicara MK, Enny Nurbaningsih, mengatakan pihaknya belum pernah menerima gugatan yang meminta pembatalan atas putusan Mahkamah Konstitusi sendiri. Namun, menurutnya, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan permohonan.
“Pengajuan permohonan ke MK adalah hak setiap warga negara yang tidak boleh dihalangi. MK akan memproses sesuai hukum acara yang berlaku,” kata Enny seperti dikutip pada Rabu (6/8/2025). Ia menambahkan, semua perkara yang masuk akan diperlakukan sama, termasuk terkait gugatan pemisahan pemilu ini.
Gugatan ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai fenomena hukum yang unik, di mana putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap justru diminta untuk dibatalkan oleh pemohon melalui jalur konstitusional. Mereka menilai putusan MK soal pemisahan pemilu justru mengacaukan siklus lima tahunan yang selama ini menjadi patokan dalam demokrasi Indonesia.
Ikuti berita terbaru lainnya melalui saluran harianbatakpos.com di WhatsApp:
https://whatsapp.com/channel/0029VbAbrS01dAwCFrhIIz05
Komentar