Jakarta, harianbatakpos.com – Aktivis dan Praktisi Hukum Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H, angkat bicara terkait maraknya tindakan intoleransi beragama yang kembali mencuat di berbagai wilayah Indonesia.
Ia menilai bahwa penanganan intoleransi tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus menjadi upaya bersama dari seluruh elemen bangsa.
“Penanganan intoleransi membutuhkan upaya bersama dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat secara umum. Dengan adanya kesadaran dan komitmen yang kuat, saya yakin Indonesia dapat menjadi negara yang lebih toleran dan harmonis,” tegas Fredi Moses Ulemlem.
Pernyataan ini disampaikan menyusul rentetan peristiwa intoleransi yang terjadi, mulai dari Indragiri Hulu, Cidahu Sukabumi, GBKP Depok, GBKP Batam, hingga yang terbaru, peristiwa penyerangan rumah ibadah di Padang Sarai, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025.
“Ini adalah peristiwa yang paling biadab dan tidak manusiawi. Negara, dalam hal ini aparat kepolisian, harus hadir mengamankan mereka yang melakukan pembubaran terhadap umat Kristen yang sedang beribadah serta pengrusakan terhadap rumah ibadah umat Kristen,” ujarnya.
Fredi menegaskan bahwa deretan peristiwa intoleran ini menunjukkan adanya upaya sistematis dari kelompok tertentu untuk merusak fondasi kebangsaan Indonesia yang pluralistik.
“Sepertinya ada kelompok yang berusaha mematahkan sayap Garuda kita yang terus terbang tinggi di langit Indonesia. Mereka ingin merebut Bhineka Tunggal Ika dari cengkeraman Garuda. Padahal, semangat keberagaman itulah kekuatan kita sebagai bangsa,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa intoleransi merupakan bentuk penolakan terhadap perbedaan, yang jika dibiarkan akan memicu konflik sosial dan menggerus persatuan nasional. Padahal, konstitusi negara secara tegas menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh warga negara.
Fredi mengutip Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, serta Pasal 22 UU HAM dan Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagai dasar konstitusional dan internasional atas kebebasan beragama.
Lebih lanjut, ia menyoroti SKB 2 Menteri Bab I Pasal 3 yang menyatakan bahwa umat Kristen dapat beribadah di rumah, ruko, atau kafe tanpa memerlukan izin resmi—izin hanya diwajibkan untuk pendirian gedung gereja.
“Tindakan melarang orang lain beribadah adalah pelanggaran konstitusi yang biadab dan keji. Kami dari Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia menolak dengan tegas keberadaan kelompok intoleran di Indonesia dan mengutuk keras segala tindakan mereka,” tegas Fredi dengan lantang.
“Tindakan intoleran adalah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Negara tidak boleh kalah dengan kelompok-kelompok seperti ini. Jika kita diam, maka lambat laun nilai-nilai Pancasila dan persatuan akan hancur,” tutupnya.
Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia menyatakan siap untuk terus mengawal kebebasan beragama dan menjunjung tinggi konstitusi demi keutuhan dan kedamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Komentar