Ekbis Headline Nasional Otomotif
Beranda » Berita » Kualitas BBM Indonesia Tertinggal dari Standar Internasional

Kualitas BBM Indonesia Tertinggal dari Standar Internasional

Ilustrasi (foto/ist)

Jakarta, harianbatakpos.com – Kualitas bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan standar internasional yang dirumuskan dalam World Wide Fuel Charter (WWFC). Kondisi ini berimplikasi langsung terhadap tingginya emisi kendaraan bermotor di Tanah Air.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga pakar bahan bakar dan pelumas, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, menjelaskan, bahwa WWFC membagi spesifikasi BBM dalam beberapa kategori untuk menekan emisi hingga berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan.

“Kalau ingin emisi kendaraan memenuhi standar Euro-4, maka kualitas bahan bakar yang digunakan harus masuk kategori 3 atau 4 dalam WWFC,” ujar Tri, kemarin, sebagaimana dikutip dari Kompas.

Jamin Kestabilan Harga, Wakil Wali Kota Cek Langsung GPM di Pasar Petisah dan Pusat Pasar

Namun, menurutnya, BBM yang beredar di Indonesia belum memenuhi seluruh parameter yang ditetapkan WWFC. Beberapa aspek penting yang masih tertinggal meliputi angka oktan atau Research Octane Number (RON), kadar sulfur, kadar olefin, hingga potensi deposit pada komponen mesin seperti katup isap, ruang bakar, dan injektor.

Sebagai gambaran, WWFC menetapkan RON minimum 91, sementara di Indonesia masih ada BBM dengan RON di bawah angka tersebut, seperti Pertalite yang beroktan 90. Selain itu, kadar sulfur dalam sebagian BBM yang beredar masih melebihi standar Euro-4 yang mensyaratkan maksimum 50 ppm. Misalnya, solar bersubsidi tercatat memiliki kandungan sulfur hingga 2.500 ppm, sedangkan bensin jenis Pertamax Turbo sudah sesuai dengan standar internasional.

Tri menambahkan, persoalan lain datang dari perilaku konsumen yang lebih memilih BBM berdasarkan harga ketimbang rekomendasi pabrikan. “Ketika spesifikasi BBM tidak sesuai rekomendasi produsen, otomatis hasil pembakaran tidak optimal dan emisi menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya,” jelasnya.

Pemerintah sebenarnya telah mewajibkan penerapan standar emisi Euro-4 sejak 2017. Namun, implementasi aturan ini baru efektif pada 2022 untuk kendaraan bermesin bensin, sedangkan untuk kendaraan bermesin diesel diberi tenggat hingga 2025. Artinya, ketersediaan BBM yang sesuai standar menjadi kunci agar target ini benar-benar tercapai.

Hakim Minta Bobby Jadi Saksi Sidang Korupsi Jalan, Begini Respon KPK

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor transportasi menyumbang sekitar 44 persen polutan PM2,5 di Jakarta. WHO mencatat paparan polusi udara menyebabkan lebih dari 7 juta kematian prematur di dunia setiap tahun, dan Indonesia termasuk negara dengan risiko tinggi akibat tingginya kepadatan kendaraan di kota besar.

Tri menegaskan, ketidakselarasan antara kualitas BBM dengan standar global berpotensi menghambat pencapaian target pengendalian polusi udara. “Jika tidak, maka upaya perbaikan kualitas udara hanya akan berjalan setengah hati,” ujarnya. (REL)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *