Headline Hukum
Beranda » Berita » Sidang Korupsi Jalan Sumut, Jaksa Sebut Bobby Nasution dan Rektor USU tak Ada dalam Berkas Penyidik

Sidang Korupsi Jalan Sumut, Jaksa Sebut Bobby Nasution dan Rektor USU tak Ada dalam Berkas Penyidik

Dua terdakwa perkara dugaan korupsi jalan Sumut sedang menjalani persidangan. (foto/ist)

Medan, harianbatakpos.com – JPU KPK Eko Wahyu Prayitno, menyampaikan bakal menghadirkan 30 hingga 40 orang untuk diperiksa sebagai saksi pembuktian terhadap tiga terdakwa kasus korupsi jalan di Sumatera Utara.

Ketiga terdakwa itu di antaranya mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting dan mantan Kepala UPTD Dinas PUPR Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar. Kemudian terdakwa Heliyanto, selaku PPK Satker BBPJN Wilayah I Sumut.

Namun, saat ditanya apakah dari jumlah saksi tersebut ada nama Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Rektor USU Muryanto Amin, jaksa menyatakan tak ada.

Selain Dicekal ke Luar Negeri, Roy Suryo Cs Wajib Lapor ke Polda Metro Jaya Seminggu Sekali

“Nantilah kita lihat dulu ya saksi-saksinya. Itu nanti pasti tahu kan siapa yang kami hadirkan. Kalau tidak salah di berkas penyidik memang keduanya itu tidak ada,” kata Eko setelah pembacaan dakwaan di PN Medan, Rabu (19/11/2025), dikutip dari Kompas.com.

Bobby Nasution dikaitkan dengan kasus ini karena, selain menjadi pejabat pemerintah tertinggi di daerah dan memiliki kewenangan penuh dalam kebijakan, dia juga ikut saat melakukan survei jalan di Sipiongot, Kabupaten Padang Lawas Utara, sebelum terjadi operasi tangkap tangan oleh KPK.

Sebelumnya, nama Gubernur Bobby Nasution disebut-sebut untuk dipanggil memberikan keterangan di persidangan. Kemudian Muryanto Amin, komisi antirasuah pernah melayangkan surat pemanggilan kepada Rektor USU itu untuk dimintai keterangan terkait kasus yang melibatkan Topan Ginting.

Akan tetapi, hingga ketiga terdakwa itu disidangkan di PN Medan, Muryanto diduga belum juga memenuhi undangan KPK.

Pelaku Pembunuhan Mahasiswa UMA di Medan Ditangkap Polisi

Berita sebelumnya, ketiga terdakwa itu didakwa melanggar Pasal 12 Huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Khususnya, poin a menyebutkan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, dengan tujuan menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dapat dijatuhi hukuman. (RED)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *