Parapat-BP: Puluhan pengusaha dan Nakhoda ataupun Anak Buah Kapal (ABK) Pariwisata Parapat mengeluh akibat menurunnya angka kunjungan turis domestik maupun mancanegara ke Daerah Tujuan Wisata (DTW) Danau Toba pasca tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun(KM SB).
Sejumlah Nakhoda kapal pariwisata di Pantai Rambu Suar Parapat, Kabupaten Simalungun yakni Gordon Sirait, T Sitio, L Lazira dan rekan lainnya kepada harianbatakpos, Jumat(6/7) mengatakan, mayoritas pengusaha dan ABK kapal motor pariwisata menjerit pasca bencana tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun (KM SB) di perairan Simanindo-Tigaras pekan lalu.
Gordon Sirait merupakan Nakhoda kapal pariwisata KM Arimbi menyebutkan, arus kunjungan pariwisata pasca tenggelamnnya KM SB yang menewaskan ratusan jiwa manusia sangat mempengaruhi gairah pengunjung.
“Angka pendapatan perkapita pabgusaha kapal dan ABK otomatis menurun secara signifikan,” ujar Gordon yang diamini puluhan rekannya.
Menurut Gordon, puluhan kapal pariwisata terpaksa mengurangi kegiatan berlayarnya akibat arus penumpang yang semakin minim.
Disebutkan, umumnya seluruh kapal bisa berlayar 4 kali setiap harinya sebelum peristiwa tenggelamnya KM SB itu. Namun sejak peristiwa mengenaskan itu, kapal kami paling banter bisa berlayar 1 kali sehari.
Dengan demikian angka pendapatan pengusaha dan ABK menurun 4 kali lipat dari hari sebelumnya.
“Pokoknya angka pendapatan pengusaha dan ABK cukup lesu,” ujar Gordon.
Sementara T Sitio salah seorang pengusaha kapal Pariwisata menyebutkan, dikhawatirkan pengusaha kapal pariwisata terancam gulung tikar bila arus pengunjung ke Danau Toba semakin menurun.
Karena itu, diharapkan pemerintah cq Kemenhub ataupun Dishub supaya mencari solusi terbaik guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pariwisata Danau Toba.
“Bila pemerintah tidak cepat mengambil langkah terbaik dikhawatirkan pariwusata Danau Toba bisa mati,” ujar Sitio.
Menurut dia, pariwisata Danau Toba saat ini sedang dilanda duka yang sangat dahsyat dan dalam. Peristiwa ini boleh dikatakan terjadi skibat kelalaian pemerintah.
Soalnya pemerintah selaku pengelola kepariwisataan khususnya di wilayah Danau Toba tidak membenahi semua perangkat pendukung yang lengkap mulai dari infrastruktur dan peronal yang siap pakai.
Seandainya pemerintah profesional mengelola fasilitas maupun menyiapkan personilnya di sektor Air Sungai Danau dan Penyebrangan(ASDP) di perairan Danau Toba, kemungkinan hal ini tak akan terjadi.
Dimanapun pengaturan izin layar, tonaze angkutan, penumpang dan barang kapal penumpang dibawah kendali Dinas Perhubungan/Sahbandar, bukan sesuka hati nahkoda, tegasnya.
Maka yang paling bertanggung jawab sebenarnya dalam bencana tersebut adalah pemerintah.
“Boldh dijatakan pemerintah cq dinas terkait lalai dalam tugasnya sdhibgga mengorbankan ratusan jiwa penumpang,” ujar Sitio. (BP/RD)
Komentar