Washington-BP: Pemerintah Amerika Serikat dan Australia mengecam penahanan yang dilakukan militer Myanmar terhadap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, dan beberapa petinggi lainnya dikabarkan telah ditahan pada Senin pagi, 1 Februari 2021.
“Amerika Serikat menerima laporan bahwa militer Burma telah melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak transisi demokrasi, termasuk penahanan Aung San Suu Kyi dan pejabat sipil lainnya di Burma,” ujar juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, dilansir dari laman CBS News.
Psaki mengatakan Presiden AS Joe Biden telah menerima laporan mengenai perkembangan terkini di Myanmar. “Amerika Serikat menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu (Myanmar) yang dapat mengganggu transisi demokrasi. Amerika Serikat akan mengambil tindakan terhadap pihak yang bertanggung jawab jika langkah-langkah semacam itu tidak dihentikan,” lanjut Psaki.
Sementara di Australia, Menteri Luar Negeri Marise Payne menyerukan pembebasan Suu Kyi dan pejabat tinggi lainnya.
“Kami mendukung penuh upaya penggabungan kembali Majelis Nasional (Myanmar), yang konsisten dengan hasil pemilu pada November 2020,” tutur Payne.
Sebelumnya sepanjang pekan kemarin, militer Myanmar mengatakan bahwa kemungkinan kudeta tak dapat dikesampingkan jika keluhan mengenai dugaan kecurangan dalam pemilihan umum 2020 diabaikan begitu saja.
Komisi pemilu Myanmar menyatakan NLD sebagai pemenang dalam pemungutan suara pada November 2020. Partai oposisi utama, Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) yang didukung militer, mengajukan keberatan dan menuntut pemilu ulang.
Jurnalis BBC melaporkan adanya prajurit di berbagai ruas jalan ibu kota dan juga di kota terbesar Myanmar, Yangon, dalam beberapa hari terakhir. Jaringan telepon dan internet di Naypyidaw juga dikabarkan terputus hingga saat ini.(medcom.id)
Komentar