Medan-BP: Dua perwira polisi, satu bertugas di Polrestabes Medan di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) dan satu lagi bertugas di Polres Langkat, Polda Sumut. Keduanya berpangkat Inspektur Satu (Iptu).
Keduanya dilaporkan ke Propam Polda Sumut oleh Irmaliana Harianja wanita berusia 54 tahun, atas dugaan kasus pembunuhan berencana yang tidak tuntas meski sudah berjalan dua tahun lebih atau tepatnya sesuai dengan nomor STTLP 290/III/2019 tertanggal 27 Maret 2019. Adapun korbannya adalah Ayi Irmawan lelaki dibawah umur.
Perwira yang pertama yang dilaporkan adalah Iptu YU dan kedua adalah Iptu SH. Mereka diadukan atas belum terungkapnya laporan pelapor yaitu nomor laporan STTLP 290/III/2019 tertanggal 27 Maret 2019. Mereka berdua di laporkan ke Propam Polda Sumut sesuai dengan nomor LP 11/III/2021 tertanggal 24 Maret 2021.
Kepada awak media, Irmaliana mengharapkan agar kasus yang menimpanya itu segera terungkap. Penyidik yang menangani insiden kematian anaknya itu harus profesional.
“Saya mengadukan atau melaporkan dua perwira karena mereka adalah Kepala Unit (Kanit) yang menangani kasus kematian anak saya. Sudah dua tahun kematian anak saya, tapi Polrestabes Medan belum juga mengungkapnya,” kata Irmaliana kepada harianbatakpos.com.
Menurut wanita beralamat di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), dirinya belum merasakan hadirnya polisi yang Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan) seperti yang dicanangkan oleh Kapolri.
“Karena tidak Presisinya penyidik lah makanya saya laporkan mereka ke Propam Polda Sumut. Saya juga meminta agar Propam Polda Sumut profesional menangani laporan saya. Periksa seluruh penyidik yang menangani kasus saya ini,” harapnya.
Dia berharap agar polisi enindaklanjuti perkembangan kasus kematian anaknya, Ayi Irmawan yang diduga dibunuh oleh teman temannya.
Ibunda Ayi Irmawan kepada awak media menegaskan bahwa dalam kasus ini sangat banyak kejanggalannya. Dimulai sejak dia membuat laporan tepatnya Rabu 27 Maret 2019 bernomor 290/III/2019 Restabes Medan. Akan tetapi, sejak keluarnya surat bernomor 290, beberapa bulan setelahnya. Polrestabes Medan, mengeluarkan surat yang sama dengan nomor 690.
Dalam surat bernomor 290 diakui Irma bahwa itulah yang benar. Karena surat itu sudah bertandatangan dan berstempel Polrestabes Medan. Sedangkan nomor 690 tidak ada tanda tangan dan stempel dan itu tidak diakuinya.
“Nomor 290 itu sudah sah dan sudah saya tandatangani. Saya tidak mengakui adanya surat nomor 690. Saya meminta polisi profesional dalam menangani kasus ini,” kata Irma.
Menurut dia, dalam surat bernomor 690 terdapat keringanan kasus kematian anaknya. Sedangkan bernomor 290 itu tegas berbunyi penganiayaan berat atau penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia.
“Kalau dalam surat 690 bunyinya penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia. Ini sangat aneh. Saya meminta Kapolrestabes Medan melalui Kasatreskrim profesional dalam mengungkap kematian anak saya ini,” tuturnya.
Kejanggalan lainnya diakui Irma, bahwa polisi mengarahkan kasus kematian anaknya yang merupakan mahasiswa di Kota Medan ini karena kecelakaan lalulintas. Tapi itu dibantahnya.
“Itu tidak benar, polisi harus benar benar melakukan penyelidikan dan penyidikan, tidak mungkin anakku tewas karena kecelakaan lalulintas dan menabrak anjing. Polisi menyebut anak saya kecelakaan karena menabrak anjing Senin 11 Maret 2019. Tapi saya pastikan bahwa anak saya meninggal bukan ditabrak anjing,” terangnya.
Bantahan itu juga bukan tanpa alasan. Sebab, polisi tidak bisa memastikan bahwa Ayi yang merupakan warga Jalan Pejuang, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini ditabrak anjing.
“Kalau menabrak anjing, mana anjing yang ditabraknya, tidak mungkin menabrak anjing. Polisi sampai sekarang tidak pernah menunjukkan mana anjing yang ditabrak atau tulang tulang anjing yang mati ditabrak itu,” ungkapnya.
Kejanggalan yang lainnya adalah, polisi menyebut bahwa anak saya kecelakaan dan menabrak anjing. Akan tetapi, sepeda motor yang digunakan korban dan menabrak anjing itu tidak pernah diperlihatkan polisi kepada Irma.
“Saya hanya dikasih tunjuk foto sepeda motor, tapi sepeda motornya tidak rusak. Saya juga melihat sepeda motor disaat kejadian itu ada di seputaran kamar kos milik temannya, tempat Ayi ditemukan dalam kondisi sekarat dan terluka,” ungkapnya.
Kemudian, Irma juga sudah menerima hasil pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) tertanggal 11 September 2019. Disitu jelas tertulis bahwa penyebab kematian korban adalah karena pecahnya tulang tengkorak kepala dan pendarahan pada batang otak akibat ruda paksa tumpul kepala bagian depan dan belakang.
“Kalau luka parah yang menimpa anak saya karena kecelakaan, seharusnya polisi memperlihatkan sepeda motor yang dipakai anak saya sampai dia menabrak anjing. Saya yakin anak saya dianiaya atau dibunuh sebelum meninggal dunia,” tegasnya.
Dikatakan Irma, sebelum meninggal dunia dirumah sakit. Ayi dalam keadaan sekarat di kamar kos milik Nia yang merupakan teman satu kuliahnya di Jalan Karya Wisata, Kecamatan Medan Johor tepatnya dibelakang toko lontong Almira.
Ketika ditemukan sekarat, didalam kamar kos itu ada Aldi dan Ade Fitriani dan sepeda motor Vario. Ayi ditemukan sekarat dikamar kos Nia tepatnya Senin 11 Maret 2019 dan meninggal dunia Selasa 12 Maret 2019.
Setelah menyelesaikan prosesi pemakaman dan lainnya, ibunda korban membuat laporan ke Mapolrestabes Medan, yang berada di Jalan HM Said, Kecamatan Medan Timur tepatnya Rabu 27 Maret 2019 sesuai dengan surat tanda terima laporan polisi atau STTLP 290/III/2019 Restabes Medan.
“Saya meminta agar Propam Polda Sumut segera menindaklanjuti laporan saya dan melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan Presisi,” katanya sambil menunjukkan tanda bukti laporannya.
Terpisah, Iptu YU dan Iptu SH ketika dikonfirmasi awak media melalui selularnya belum berhasil. Pesan singkat Whatsapp yang dikirim ke nomor pribadinya, Jumat 7 Mei 2021 juga belum berbalas.
Sebelumnya, Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan, Ajun Komisaris Polisi Rafles Langgak Putra ketika dikonfirmasi mengaku bahwa nomor STTLP itu dikarenakan salah ketik.
“Kalau soal dua STTLP itu silakan ditanya ke sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) karena mereka yg bertugas menerima laporan polisi (LP). STTLP itu kan surat tanda terima laporan polisi. Tapi yang bisa saya jawab, itu salah ketik saja. Tidak mempengaruhi apapun dalam proses penyelidikannya,” ungkapnya.
Ketika ditanyai awak media penyebab kematian Ayi karena kecelakaan dan menabrak anjing. Perwira dengan pangkat tiga melati emas dipundak ini belum memberikan keterangannya. (BP/Reza)
Komentar