Langkat-BP: Sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap warga penghuni kerangkeng yang diklaim sebagai warga binaan yang disebut-sebut milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA kembali digelar di Pengadilan Negeri Stabat di Ruang Sidang Prof.DR.Kesuma Atmaja, Selasa (27/8/2022).
Seyogianya persidang yang digelar 3 perkara yakni Perkara Nomor 467/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa Dewa PerangingAngin, Hendra Surbakti serta berkas Perkara Nomor 468/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa Hermato Sitepu, Iskandar Sembiring. Namun persidangan tersebut ditunda karena saksi tidak hadir hingga besok, Rabu (28/9/2022) dan Selasa (04/10/2022) depan.
Sementara persidangan berkas Perkara Nomor 469/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa kasus TTPO Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Surbakti, Rajisman Ginting dan Suparman Perangin-Angin digelar menghadirkan Saksi Mahkota Terbit Rencana PA secara virtual dari Tahanan KPK di Jakarta.
Sidang TPPO tersebut tetap dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhini, Adriansyah dan Dicky Rivandi (masing-masing Hakim Anggota). Sementara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Kasi Pidum Kejari Langkat Indra Ahmadi Hasibuan SH, Sai Sintong Purba SH, Baron Sidiq Saragih SH MKn dan Jimmy Carter A SH MH.
Dalam persidangan Bupati Langkat nonaktif TRP dicecar berbagai pertanyaan tentang perannya dalam kasus pendirian kerangkeng manusia ilegal yang diklaim sebagai panti binaan hingga status kepemilikan perusahaan pabrik PKS PT.DRP di Desa Raja Tengah Kuala.
Dalam persidangan tersebut TRP saat persidangan perkara TPPO kali ini dimintai keterangannya sebagai saksi.
Terkait pertanyaan yang disampaikan Majelis Hakim perihal kepemilikan perusahaan serta penanggungjawab lokasi kerangkeng yang diklaim sebagai panti binaan tersebut.
Saksi TRP mengaku mengenal keempat terdakwa dalam kasus tersebut, namun saksi mengaku lupa nama masing-masing keempat terdakwa.
Menjawab pertanyaan Majelis Hakim terkait kepemilikan lahan yang di atasnya berdiri kerangkeng manusia, TRP menjelaskan jika lahan tersebut merupakan lahan milik orang tuanya dan belum dipecah.
Menurut saksi, bangunan yang disebutkan kerangkeng atau kereng yang diklaim sebagai panti binaan tersebut memang diperuntukkan pembinaan untuk anggota organisasi PP untuk panti binaan anggota yang pecandu narkoba.
Namun saksi membantah jika panti itu dikatakan miliknya, karena yang membangun Ketua PAC PP Kuala, Taruna PA yang meminta ijin penggunaan lahan kepada orang tua saksi TRP yang saat itu selaku Ketua MPC PP Kabupaten Langkat.
“Saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan tempat tersebut. Begitu juga dengan 4 terdakwa bukan saya yang menyuruh menjadi pengurus panti,” ujar saksi TRP berkilah.
Saksi juga berdalih tidak mengetahui tentang sumber kebutuhan orang-orang yang berada di dalam kerangkeng (panti).
Saat ditanyakan Majelis Hakim terkait kepemilikan perusahaan PKS PT.DRP, TRP menjelaskan jika pemilik PT.DRP adalah putra kandungnya Dewa PA.
Namun lagi-lagi saksi menjawab tidak tahu saat ditayakan apakah saksi mengetahui atau tidak jika selama ini orang yang berada di dalam kerangkeng atau panti binaan tersebut juga dipekerjakan di PT.DPA serta adanya penyiksan.
“Saya tidak tau dan tidak ada warga binaan yang dipekerjakan di PT.DPA. Saya juga tidak tau kalau ada penyiksaan warga binaan,” ujar TRP.
Terkait kepemilikan perusahaan PKS PT.DPA saksi kembali berkilah jika dirinya hanya sebagai pemilik modal dan saksi tidak ada menerima keuntungan dari perusahaan tersebut dengan alasan masih memanfaatkan modal hutang.
Saat ditannyakan apakah saksi selaku pemegang modal selalu membayar hutang? Saksi mengatakan untuk membayar hutang sudah ada yang menangani masalah keuangan.
Bahkan saksi juga mengaku jika saksi tidak mengetahui masalah laporan keuangan perusahaan.
Komentar