Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Jisman Parada Hutajulu, mengumumkan bahwa Jakarta berhasil meraih penurunan emisi sebesar 8,4 juta ton ekuivalen karbondioksida (tCOE) pada tahun 2023. Angka ini dianggap cukup besar, dengan sebagian besar penurunan emisi berasal dari batu bara yang berhasil mereduksi emisi sebanyak 5,64 juta tCOE. Sementara itu, penurunan emisi lainnya berasal dari gas sebesar 1,51 juta tCOE, listrik sebesar 0,85 juta tCOE, dan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 0,42 juta tCOE.
“Dari BBM, batu bara, gas, dan listrik. Batu bara yang lebih banyak hampir ⅔,” ungkap Jisman dalam konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta Selatan.
Jisman berharap realisasi penurunan emisi dapat terus meningkat di masa mendatang sebagai komitmen nasional dalam penurunan emisi sesuai dengan regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to UNFCCC dan Perpres No 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK.
Selain penurunan emisi, Jisman juga mengungkapkan bahwa penghematan energi pada tahun 2023 mencapai 10,42 juta setara barel minyak (SBM) dan penghematan biaya sebesar Rp 8,1 triliun. Penghematan energi tersebut terdiri dari sektor pembangkit listrik, minyak dan gas bumi, serta kimia dan petrokimia.
Dalam kurun waktu tahun terakhir, sebanyak 43 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menerapkan co-firing, yaitu substitusi batubara dengan bahan biomassa seperti wood pellet, cangkang sawit, dan serbuk gergaji. Co-firing ini diharapkan mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Pada tahun 2024, kapasitas total co-firing pada PLTU PLN diperkirakan mencapai 18 GW, memungkinkan pemanfaatan EBT tanpa membangun pembangkit baru.
Komentar