Sejarah Aksi Kamisan: Jejak Perlawanan Damai Berusia 17 Tahun
Aksi Kamisan merupakan gerakan damai yang berawal sebagai bentuk protes terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Nama “Kamisan” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Kamis,” karena aksi ini dilakukan setiap hari Kamis di depan Istana Merdeka, Jakarta. Gerakan ini membawa pesan kuat tentang keadilan, transparansi, dan perlindungan hak asasi manusia.
Latar Belakang Aksi Kamisan
Aksi Kamisan muncul sebagai bentuk protes para keluarga korban Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, dan pembunuhan aktivis Munir. Mereka Maria Katarina Sumarsih, Suciwati, Bedjo Untung tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dan pencetus gerakan ini.
Kala itu mereka mencari alternatif kegiatan sebagai wadah perjuangan. Dalam pertemuan disepakati penentuan hari, lokasi, waktu, pakaian, warna, dan simbol aksi. Lokasi pun ditentukan di depan Istana Presiden, sebagai simbol dari pusat kekuasaan. Pakaian ditentukan berwarna hitam dan payung hitam sebagai maskot Aksi Kamisan.
Dalam perkembangannya, Kamisan tak hanya untuk pelanggaran HAM masa lalu. Kini Aksi Kamisan juga menuntut keadilan bagi korban pelanggaran HAM lainnya seperti konflik penggusuran lahan dan tindakan kekerasan aparat kepada masyarakat sipil.
Mekanisme Aksi Kamisan
Setiap Kamis, para aktivis dan keluarga korban berkumpul di depan Istana Merdeka dengan membawa spanduk, poster, dan foto-foto korban. Mereka berdiri di depan pagar putih dan membentangkan kain putih sebagai simbol perdamaian. Momen ini dijadikan sebagai panggung untuk menyuarakan tuntutan keadilan dan mengecam segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Perkembangan Aksi Kamisan
Aksi Kamisan mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk organisasi non-pemerintah, kelompok aktivis, dan mahasiswa. Seiring berjalannya waktu, gerakan ini berkembang dan melibatkan partisipasi dari berbagai daerah di Indonesia. Aksi Kamisan di Jakarta menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di kota-kota besar lainnya.
Aksi Kamisan di Era Saat Ini
Meskipun dianggap sebagai gerakan damai, Aksi Kamisan juga menghadapi tantangan dan risiko. Aktivis yang terlibat dalam aksi ini kadang-kadang menghadapi intimidasi, penangkapan, atau tekanan dari aparat keamanan. Meskipun demikian, semangat keadilan dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran terus mendorong kelompok ini untuk melanjutkan perjuangannya.
Ketahanan dan ketekunan Aksi Kamisan menciptakan ruang untuk dialog dan diskusi lebih terbuka tentang hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun terkadang menghadapi hambatan, semangat aksi ini terus mengingatkan masyarakat tentang pentingnya memastikan bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia mendapatkan keadilan.
Komentar