Sejarah
Beranda » Berita » Mengenal Boru Lopian, Pahlawan dari Tanah Batak

Mengenal Boru Lopian, Pahlawan dari Tanah Batak

kompasiana.com, medanbisnisdaily.com

Suku Batak memiliki banyak tokoh pahlawan yang berperan penting dalam menjaga keutuhan negara Indonesia. Tidak hanya laki-laki, ada pula tokoh pahlawan perempuan yang berasal dari Suku Batak bernama Boru Lopian.

Boru Lopian merupakan putri Sisingamangaraja XII yang turut gugur di medan pertempuran bersama Sisingamangaraja XII. Kiprahnya yang panjang dan inspiratif menjadikannya tokoh yang dihormati dan dicintai oleh masyarakat Batak dan Indonesia hingga sekarang.

Perjuangan Boru Lopian

Sebagai dampak perjuangan ayahnya, bisa dikatakan seumur hidupnya, Boru Lopian ikut berperang bersama ayahnya menentang Belanda. Perang Batak sendiri berlangsung kurang lebih 29 tahun sejak Sisingamangaraja XII memerintah di Bakkara pada 1878.

Pacu Jalur Kuansing, Warisan Budaya Riau yang Mendunia

Selama itu, Sisingamangaraja XII bersama keluarga dan sejumlah pengikutnya menjadi incaran Belanda. Beberapa kali pasukan Sisingamangaraja XII terlibat baku tembak dengan pasukan Belanda antara lain di Bahal Batu, Balige, Lumbanjulu, Siborong-borong. Perang terbuka itu berlangsung kurang lebih 7 tahun.

Memasuki Juni 1907, pasukan Belanda yang dipimpin Christofel meningkatkan pencarian mereka. Sisingamangaraja XII bersama keluarga dan pejuang lainnya keluar masuk hutannl Dairi. Kala itu Boru Lopian berusia 17 tahun. Boru Lopian bersama kedua saudaranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut dalam kelompok pejuang itu.

Perbedaan Pendapat Kematian Boru Lopian

Dalam bingkai kisah tragis itu, anak perempuan SSM XII bernama Lopian (lazim disebut Putri Lopian) mengalami luka cukup parah terkena peluru senapan serdadu Belanda yang dipimpin kapten Christoffel. Saat itu Lopian masih berusia 17 tahun. Dia setia hingga akhir mengikuti ayahandanya ketika SSM XII diburu Belanda keluar masuk hutan belantara.
Adniel Lumbantobing seorang pemerhati kisah perjuangan Sisingamangaraja XII menulis sebuah buku “ Sisingamangaraja XII” pada tahun 1967. Buku itu cukup detil melukiskan perjuangan SSM XII, walaupun rangkaian kisahnya ditulis dengan sederhana. Menurut buku itu, Lopian yang sempat ditawan Belanda, kemudian dibunuh dan mayatnya dibuang ke sungai Pancinoran, di kaki gunung Batu Gaja, Dairi. Tidak diceritakan, siapa yang kemudian mengambil mayat Lopian.
Lopian sosok putri yang setia hingga akhir mendampingi ayahnya dalam kancah perjuangan yang meletihkan. Kendati sebelum kematiannya SSM XII telah memerintahkan seluruh keluarga mencari tempat perlindungan yang aman, tapi Lopian bersikeras ingin mendampingi ayahnya.

Kadar kejuangan Lopian mungkin belum bisa disetarakan dengan Cut Nyak Dhien di Aceh. Sebab, dalam perang Aceh, Cut Nyak Dhien berposisi sebagai figur sentral, langsung memimpin di lapangan. Sedang Lopian boleh disebut, posisinya mungkin cuma “kebetulan” ikut bersama rombongan SSM XII di medan juang.
Tapi paling tidak, dari sudut kadar kejuangan dan semangat anti kolonialisme, nilai-nilai yang terkandung pada jatidiri Cut Nyak Dhien dan Lopian, relatif sama. Mereka sama-sama berjuang, bergerilya, menderita di arena, bertekad sama, dan mati untuk tujuan yang sama.

Sejarah Hari Bank Indonesia 5 Juli, Tonggak Kedaulatan Moneter RI

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *