Ekonom senior Chatib Basri memprediksi bahwa Amerika Serikat (AS) dan China tidak akan mengalami resesi tahun ini, namun perekonomian China diperkirakan bakal melambat. Hal ini disampaikan oleh Chatib Basri pada kegiatan IIF’s Anniversary Dialogue bertema “The Dynamics of Sustainable Infrastructure Financing and Its Roles in Achieving Food Security” di Jakarta, Senin.
Menurut Chatib Basri, China diperkirakan akan mengalami perlambatan, namun tidak akan mengalami resesi. Dia memperkirakan bahwa perekonomian China mungkin akan tumbuh sekitar 4,5 persen. Sementara itu, peluang resesi di Amerika Serikat pada tahun ini terbilang kecil. Chatib Basri berpendapat bahwa perekonomian Amerika Serikat bakal tumbuh lebih baik.
Kepala Ekonom China di J.P. Morgan, Zhu Haibin, menilai bahwa data ekonomi China secara keseluruhan lebih baik dari perkiraan untuk sebagian besar bulan sejak Agustus. Dia berpendapat bahwa konsumsi akan terus menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi China pada 2024 dan tingkat tabungan rumah tangga diperkirakan akan turun ke level pra-COVID-19, yang akan menambah 1 poin persentase pada pertumbuhan konsumsi riil.
Produk Domestik Bruto (PDB) China tumbuh 5,2 persen secara tahunan (year on year) ke level tertinggi baru yaitu 126,06 triliun yuan (sekitar Rp277,8 kuadriliun) tahun lalu, menurut Biro Statistik Nasional (NBS) China. Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dari target tahunan pemerintah, yaitu sekitar 5 persen, dan melampaui kenaikan sebesar 3 persen pada 2022.
Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menuturkan bahwa pertumbuhan PDB AS pada kuartal IV-2023 turun menjadi 3,3 persen dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya, namun lebih tinggi dari ekspektasi sebesar 2 persen. Pendorong utama pertumbuhan PDB yang solid di AS adalah sektor jasa, yang tumbuh sebesar 2,4 persen secara kuartalan dari 2,2 persen pada periode sebelumnya. Secara keseluruhan, PDB AS tumbuh sebesar 2,5 persen pada tahun 2023 dari 1,9 persen pada tahun 2022.
Komentar