Nasional
Beranda » Berita » Presiden Jokowi soal Kasus Meiliana: Saya Tidak Bisa Intervensi Hal Yang Berkaitan Dengan Pengadilan

Presiden Jokowi soal Kasus Meiliana: Saya Tidak Bisa Intervensi Hal Yang Berkaitan Dengan Pengadilan

Jakarta-BP: Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya tidak bisa mengintervensi kasus Meiliana, yang divonis 18 bulan penjara karena mengeluhkan suara azan terlalu keras.

Dia mengucapkan hal tersebut seusai bertemu dengan dengan pengurus Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Kantor KWI, Menteng, Jakarta, Jumat (24/8).

“Ya saya tidak bisa mengintervensi hal-hal yang berkaitan di wilayah hukum pengadilan,” tegasnya saat ditanya soal putusan pengadilan terhadap kasus Meiliana.

BMKG Catat Suhu Harian Tertinggi di Indonesia Capai 37,8 Derajat

Presiden menyarankan agar pihak Meiliana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, sebagaimana yang dia lakukan saat diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangkaraya karena lalai dalam kebakaran hutan dan lahan pada 2015.

“Ya itu kan ada proses banding,” kata Jokowi.

Vonis untuk Meiliana diketok 21 Agustus. Ketua Majelis Hakim PN Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo, menyatakan Meiliana terbukti menista agama Islam.

Keluhan Meiliana soal volume azan juga disebut memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjungbalai.

Viral di TikTok, Anggota DPR Prana Putra Sohe Dipanggil ke MKD Terkait Gestur Tak Pantas

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, seperti dilansir Kantor Berita Radio (KBR), suami Meiliana, Lian Tui, telah meminta maaf ke masjid Al Makhsum setelah sejumlah orang bereaksi negatif atas keluhan volume azan.

Namun amuk massa akhir Juli 2016 itu tak terbendung. Massa tak hanya melempari rumah pasangan itu dengan batu, tapi juga membakar dan merusak wihara serta klenteng.

Para aktivis meyakini, putusan itu bias agama dan diambil karena tekanan kelompok-kelompok garis keras.

Mereka membandingkannya dengan putusan hukum lain: sejumlah pelaku pembakaran rumah ibadah hingga penyerangan umat beragama kebanyakan dijatuhi vonis yang lebih ringan, bahkan bebas.

Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Paramadina, Saidiman Ahmad, menyebut vonis Pengadilan Negeri Medan terhadap Meiliana mengusik rasa keadilan.

“Dibandingkan kasus lain, perlakuan untuk Meiliana jauh sekali. Tafsir penodaan agama itu longgar, tidak tahu ukuran pastinya.”

“Tapi pembakaran rumah ibadah, penyerangan, dan pembunuhan seperti di Cikeusik dan Sampang, jelas-jelas merugikan orang,” kata Saidiman.

Di lain pihak, Erwan Effendi, anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut, menilai vonis 18 bulan penjara untuk Meiliana tak sebanding dengan kericuhan yang terlanjur pecah.

Menurut Erwan, hukuman itu tak akan memunculkan efek jera. Ia berspekulasi, penistaan agama dapat kembali muncul di Tanjungbalai.

“Orang-orang sudah ribut dan demo turun ke jalan, ternyata hukumannya hanya 1,5 tahun.”

“Vonis ini mengecewakan. Harus berat supaya tidak ada lagi yang merusak kerukunan,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta.

Bencana asap

Lepas dari kasus Meiliana, vonis terhadap Presiden Jokowi merujuk pada putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangkaraya pada 22 Maret 2017 lalu.

Vonis ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya yang memvonis Presiden Joko Widodo, empat menteri, Gubernur Kalteng, dan DPRD Provinsi Kalteng bersalah atau lalai dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan.

Putusan itu mengabulkan gugatan warga (citizen law suit) yang diajukan para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah terkait kebakaran hutan dan lahan pada 2015.

Atas putusan itu, Presiden dihukum untuk menerbitkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat, yang berupa tujuh peraturan pemerintah. (BBC/SP)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *