Hukum Nasional Sosial Viral
Beranda » Berita » Kontroversi Sebutan ‘Aktor’ pada Dosen UGM dalam Film Dirty Vote: Perspektif di Balik Layar dan Isi Film

Kontroversi Sebutan ‘Aktor’ pada Dosen UGM dalam Film Dirty Vote: Perspektif di Balik Layar dan Isi Film

Perdebatan seputar sebutan “aktor” yang melekat pada para dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terlibat dalam film Dirty Vote mengundang sorotan dalam diskusi yang digelar di Bandung.

 

Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menyatakan ketidaknyamanannya terhadap sebutan tersebut, menganggapnya membingungkan citra autentisitas film.

TikTok Viral: Dua Lansia Ini Tunjukkan Bahwa Usia Bukan Halangan

 

Namun, di balik kontroversi tersebut, terdapat alasan-alasan kuat yang mendorong mereka terlibat dalam proyek ini, serta dampak yang diharapkan dari isi film itu sendiri, dilansir dari Okezone.

 

Zainal Arifin Mochtar, bersama dengan rekan-rekannya, Feri Amsari dan Bivitri Susanti, menjadi pusat perhatian setelah terlibat dalam film Dirty Vote yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Tradisi Tukar Kalung Melati Antar Pengantin Bikin Heboh

 

Meskipun secara teknis mereka berperan dalam film sebagai narasumber atau pembicara, Zainal menegaskan bahwa sebutan “aktor” dapat membingungkan pemirsa karena mengesankan bahwa apa yang mereka sampaikan dalam film merupakan akting belaka.

 

Menurut Zainal, alasan utama mereka terlibat dalam film ini adalah karena kepercayaan pada Dandhy sebagai sutradara yang memiliki integritas dan idealisme dalam menyampaikan pesan-pesan yang penting melalui karya film.

 

Mereka juga melihat film sebagai sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan baru kepada publik. Meskipun proses pembuatan film ini melibatkan pengumpulan dan penyajian data yang direkompilasi, namun tujuan akhirnya adalah menyampaikan pesan yang kuat dan berbobot.

 

Satu dari tiga alasan utama terlibat dalam film ini adalah untuk menyampaikan kritik terhadap rezim politik saat ini, yang dianggap memiliki nuansa otoritarianisme yang memprihatinkan.

 

Melalui film ini, para akademisi berharap dapat menegur pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat dan mengancam demokrasi.

 

Namun, di sisi lain, Feri Amsari menyoroti bahwa isi film Dirty Vote juga menyajikan perdebatan tentang integritas Pemilu dan politik di Indonesia.

 

Penonton menjadi penasaran apakah Pemilu telah dipenuhi dengan kecurangan, dan film ini menjadi kesempatan untuk menyampaikan pengetahuan tentang hukum tata negara dan politik kepada masyarakat.

 

Kritik terhadap sebutan “aktor” yang diberikan pada para dosen tersebut dapat mengundang refleksi tentang bagaimana masyarakat memandang peran mereka dalam film, serta pentingnya memahami konteks dan tujuan di balik keterlibatan mereka dalam proyek ini.

 

Sementara itu, isi film Dirty Vote sendiri menimbulkan diskusi yang mendalam tentang politik dan demokrasi di Indonesia, serta menyoroti peran yang dimainkan oleh para akademisi dalam membangun kesadaran politik di tengah masyarakat.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *