Dalam sorotan publik yang hangat, Tasyakuran Aqiqah putri Denny Caknan dan Bella Bonita menampilkan perbedaan yang menarik dalam etika dan latar belakang pendidikan antara dua tokoh agama terkemuka, Gus Miftah dan Gus Kautsar.
Dalam momen tersebut, keduanya tidak hanya memperlihatkan gaya berpakaian yang berbeda, tetapi juga sikap dan pandangan hidup yang dipengaruhi oleh pengalaman pendidikan yang berbeda pula, dilansir dari Suara.com.
Gus Miftah, nama yang tidak asing lagi bagi para penggiat dakwah, telah mencuri perhatian dengan pendekatan uniknya dalam menyebarkan ajaran agama.
Dilahirkan di Lampung, namun dibesarkan di Yogyakarta, perjalanan spiritualnya membentang dari kelab malam hingga pendirian pesantren.
Beliau mencapai gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang, namun perjalanan pendidikannya tidak berakhir di sana.
Pengalaman aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) memperkaya pandangannya tentang Islam yang inklusif dan adaptif terhadap konteks sosial.
Pendekatan Gus Miftah dalam dakwah mencerminkan keberanian untuk menghadapi realitas sosial yang kompleks.
Dari kelab malam hingga pendirian Pondok Pesantren Ora Aji, ia membawa pesan agama ke tempat-tempat yang dianggap ‘kotor’ atau terpinggirkan oleh masyarakat tradisional.
Gaya santainya dalam berbicara dan duduk mungkin menunjukkan kesederhanaan dalam pendekatan spiritual, di mana keberadaan manusia dianggap lebih penting daripada formalitas.
Di sisi lain, Gus Kautsar menawarkan perspektif yang berbeda tentang pendidikan agama. Dilahirkan dan dibesarkan di Pondok Pesantren Al Falah, Kediri, namun tanpa menempuh pendidikan formal seperti kebanyakan orang.
Pengalaman hidupnya didedikasikan untuk mempelajari ilmu kitab di bawah bimbingan ayahnya, KH Nurul Huda Djazuli. Meskipun tanpa gelar formal, pengetahuan agamanya begitu luas dan mendalam.
Kharisma dan kepemimpinan Gus Kautsar tercermin dari perannya sebagai kepala Sub Pondok di Pesantren Al Falah, Kediri, di mana ratusan murid datang belajar.
Pendekatan Gus Kautsar terhadap agama mungkin lebih konservatif, menekankan pada penghormatan terhadap tradisi dan warisan ilmu yang diterima dari generasi sebelumnya.
Sikapnya yang duduk lesehan di karpet mencerminkan kekagumannya terhadap nilai-nilai kesederhanaan dan ketekunan dalam mengejar ilmu.
Meskipun Gus Miftah dan Gus Kautsar memiliki latar belakang pendidikan dan pendekatan yang berbeda dalam menyebarkan ajaran agama, keduanya memiliki kontribusi yang berarti dalam memperkaya landskap spiritualitas dan keagamaan di Indonesia.
Gus Miftah dengan keberaniannya menghadapi realitas sosial yang kompleks, sementara Gus Kautsar dengan kesederhanaannya dalam menjaga tradisi dan ilmu kitab.
Keduanya, meskipun berbeda, saling melengkapi dalam memperkaya keanekaragaman agama dan spiritualitas di tengah-tengah masyarakat yang heterogen.
Komentar