Rizky Febian, bersama dengan calon istrinya Mahalini, mengambil langkah menarik dengan merayakan Nyepi di Bali.
Melalui akun Instagram pribadinya, Rizky Febian membagikan momen spesial mereka saat menghadiri upacara Pengerupukan, yang merupakan bagian dari tradisi Hindu menjelang hari raya Nyepi, dilansir dari SINDOnews.
Dalam unggahan tersebut, Rizky Febian terlihat mengenakan kaos hitam dan udeng, ikat kepala khas Bali, sementara ia merangkul Mahalini dengan penuh kasih sayang.
Pasangan ini tampak bersemangat mengikuti tradisi Pengerupukan dengan mengangkat ogoh-ogoh dan berkeliling kampung.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam era media sosial saat ini, unggahan Rizky Febian menuai beragam komentar dari netizen.
Banyak yang merasa perlu untuk mengomentari perbedaan agama antara Rizky Febian dan Mahalini. Beberapa netizen bahkan menyebut Rizky Febian telah murtad karena mengikuti tradisi upacara Pengerupukan.
Komentar-komentar negatif ini tentu saja menarik perhatian Mahalini, yang tidak tinggal diam.
Dengan tegas, Mahalini menulis balasan menohok di kolom komentar, menyampaikan pesan tentang fitnah yang lebih kejam daripada pembunuhan.
Pilihan Rizky Febian untuk merayakan Nyepi bersama Mahalini adalah sebuah contoh nyata dari toleransi dalam perbedaan agama.
Pasangan ini menunjukkan bahwa cinta dan penghargaan antara individu dari latar belakang agama yang berbeda bisa berkembang tanpa harus mengorbankan identitas atau keyakinan mereka.
Langkah Rizky Febian untuk menonaktifkan kolom komentar pada unggahan tersebut juga bisa dilihat sebagai respons bijak terhadap komentar-komentar negatif yang mungkin hanya akan memperkeruh suasana.
Ini mengingatkan kita bahwa dalam menghadapi perbedaan dan kritik, kebijaksanaan dan ketegasan dalam menyampaikan pesan bisa menjadi kunci untuk menjaga kedamaian dan toleransi di tengah masyarakat yang beragam.
Dalam konteks yang lebih luas, sikap Rizky Febian dan Mahalini mengundang kita semua untuk lebih terbuka dan menerima perbedaan, serta memperjuangkan toleransi dan penghargaan terhadap semua individu, tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang lainnya.
Di tengah gejolak dan polarisasi yang sering terjadi di media sosial, cerita seperti ini memberikan harapan bahwa cinta dan perdamaian masih mungkin terwujud ketika kita mampu melihat kebaikan dalam perbedaan dan berkomunikasi dengan penuh pengertian dan hormat.
Komentar