Bank Indonesia (BI) secara tegas menyatakan dukungannya terhadap upaya peningkatan inklusi keuangan dengan target mencapai 90 persen dalam tahun ini. Pernyataan ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Juda Agung, dalam konferensi pers Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) di Jakarta, Jumat.
Menurut Juda Agung, BI telah mengimplementasikan empat program utama guna mendorong inklusi keuangan. Program tersebut meliputi pemberdayaan ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui digitalisasi seperti QRIS, peningkatan pembiayaan UMKM, perluasan edukasi dan literasi keuangan khususnya terkait dengan keuangan digital, serta upaya perlindungan konsumen, terutama yang terkait dengan sistem pembayaran yang diawasi oleh BI.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga mengungkapkan peningkatan tingkat inklusi keuangan yang mencapai 88,7 persen, melampaui pencapaian tahun sebelumnya sebesar 85,1 persen. Peningkatan ini didorong oleh berbagai faktor seperti pertumbuhan jumlah rekening pelajar, akun uang elektronik, jumlah pedagang (merchant) QRIS, penyaluran kartu Prakerja, pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan layanan keuangan digital.
Meski demikian, Airlangga Hartarto juga menyoroti kesenjangan antara tingkat inklusi dan literasi keuangan yang masih cukup besar, mencapai 35,4 persen pada tahun 2022. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan peningkatan perlindungan hukum bagi konsumen serta pengukuran data dan keuangan inklusif di berbagai kelompok masyarakat, termasuk masyarakat difabel di daerah terpencil dan pekerja migran Indonesia (PMI).
Sebagai tindak lanjut, pemerintah tengah menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Komite Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK). Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah konkret dalam meningkatkan inklusi keuangan serta literasi finansial di Indonesia.
Komentar