Daerah
Beranda » Berita » Aksi Bius Raja Na Opat Sigapiton, “Luluan Anak, Luluan Tano, Luluan Harajaon”

Aksi Bius Raja Na Opat Sigapiton, “Luluan Anak, Luluan Tano, Luluan Harajaon”

Aksi Masyarakat Bius Raja Na Opat Sigapiton didepan Kantor Bupati Tobasa.

Tobasa-BP : Dalam semangat memperingati Hari Tani Nasional yang biasa diagendakan tanggal 24 September setiap tahunnya. Beriringan dengan gelombang penolakan petanian masyarakat Adat diseluruh Indonesia atas wacana pengesahan RUU Pertanahan dan belum dijalankannya mandat UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 oleh Pemerintah untuk menciptakan keadilan agraria bagi seluruh rakyat Indonesia.

Begitu pula dengan konflik agraria di Kawasan Danau Toba, sejak konflik agraria di Tano Batak bukanlah hal yang baru.

Bius Raja Na Opat Sigapiton, Serikat Tani Tobasa (ST Tobasa), Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput), Serikat Tani Samosir, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen Region Sumatera Utara (JKLPK region Sumut), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU)

Profil Bakhtiar, Wakil Bupati Batanghari Terpilih

Mengatakan tuntutan Kepada Pemerintah dan DPRD sebagai berikut:

1. Menolak Pengesahan RUU Pertanahan yang bertentangan dengan mandat UUD 1945, TAP MPR IX/2001 dan UUPA 1960.

2. Menolak pengesahan RUU dan revisi UU yang berwatak anti-kerakyatan lainnya seperti RUU KUHP, RUU SBPB, RUU Minerba, RUU Perkelapasawitan dan lain sebagainya.

3. Segera sahkan Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat dan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).

Profil Fadhil Arief Bupati Batanghari Dua Periode

4. Segera hentikan praktek-praktek pemindahan paksa, penggusuran dan perampasan tanah rakyat yang dilakukan oleh oleh pemerintah dan korporasi.

5. Mendesak Presiden segera menjalankan reformasi agraria bagi petani dan masyarakat adat secara nasional.

6. Mengecam tindakan BPODT yang merampas ruang hidup masyarakat adat.

7. Mencabut ijin konsesi perusahaan perusak lingkungan dan perampasan wilayah adat masyarakat adat sekawasan Danau Toba.

8. Mengecam pengerahan kekuatan dan tindakan yang berlebihan dari Kepolisian dalam penanganan konflik tanah Masyarakat Adat.

9. Mrminta Aparat Penegak Hukum agar bertindak profesional dan proporsional serta Imparsial dalam melakukan pengamanan dalam aksi-aksi perjuangan Hak yang dilakukan oleh Petani dan Masyarakat Adat.

10. Meminta Pemerintah Daerah dan DPRD sekawasan Danau Toba untuk mengakui dan melindungi Hak-hak Masyarakat Adat atas wilayah adatnya dengan menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) dan atau SK (Surat Keputusan Bupati). (BP/JP)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *