Uncategorized
Beranda » Berita » Atasi Kelebihan Kapasitas di Lapas Ada Tujuh Solusi

Atasi Kelebihan Kapasitas di Lapas Ada Tujuh Solusi

Prof Denny Indrayana, PhD. Foto: Istimewa

Medan-BP: Membangun lembaga pemasyarakatan (Lapas) baru di berbagai daerah merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kondisi lapas yang kelebihan kapasitas. Hal itu, menurut Prof Denny Indrayana, PhD perlu segera diikuti dengan menyempurnakan politik penegakan hukum dan pemidanaan khususnya dalam kasus narkoba.

“Kembalikan politik hukum pemidanaan dalam kasus narkoba bahwa pengguna adalah korban yang harus direhabilitasi bukan dipenjarakan. Kalau ini diterapkan, 50% kapasitas Lapas bisa berkurang,” kata Denny kepada tim Blak-blakan detik.com, Minggu (12/9/2021).

Terkait dengan hal itu, mau tak mau memperbaiki moral aparat juga mutlak dilakukan dan menjadi tanggung jawab banyak pihak. Dia berkeyakinan, memperbaiki pasal-pasal dalam suatu undang-undang akan sia-sia bila moral dan budaya aparat tak ikut dibenahi. “Mereka akan melakukan adjustment, menyiasatinya sehingga korupsi dan diskriminasi dalam penegakan hukum akan tetap terjadi,” tegas Denny yang pernah menjadi wakil menteri hukum dan HAM, 2012-2014 itu.

Sindrom Patah Hati: Ancaman Tersembunyi bagi Kesehatan Jantung Pria

Hal lain yang dapat dilakukan adalah redistribusi penghuni lapas dari yang sudah padat ke yang masih kurang padat. Meski hal ini sepertinya tidak akan terlalu signifikan karena jumlah lapas yang kurang padat sangat terbatas.

Berikutnya adalah melaksanakan hak-hak warga binaan seperti memberikan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Terkait PP Nomor 99 Tahun 2012 yang kerap dipersoalkan, Denny Indrayana menjelaskan bahwa sasaran utama kebijakan tersebut adalah para pengedar, bandar atau gembong narkoba. “Jadi bukan untuk pemakai,” tegasnya.

Peraturan Pemerintah itu sengaja dibuat untuk memperketat pemberian remisi terhadap narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme. Tapi para koruptor dengan segala aksesnya kerap menuding PP tersebut diskriminatif. Mereka lantas menggugat ke MA, MK tapi selalu ditolak. Kemudian berupaya menyelinap lewat revisi UU KUHP dan revisi UU Pemasyarakatan. “Masak orang yang mencuri duit negara dengan orang yang mencuri untuk makan diberi hak remisi yang sama, kan justru jadi tidak adil,” ujar Denny.

Alternatif lain adalah menerapkan hukum kerja sosial dan atau denda seperti sudah banyak dipraktikan di negara-negara maju. Mater ini, kata Denny yang sejak pekan lalu kembali bermukim di Australia, sudah masuk dalam draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tapi pembahasan revisi di DPR sementara ditunda karena disinyalir ada kepentingan para koruptor untuk menjadikan praktik korupsi tidak lagi sebagai pidana khusus.

Greenpeace Kritik Pernyataan Bahlil Soal Tambang Raja Ampat

Dia juga menyarankan agar membuka peluang bagi Presiden untuk memberikan grasi massal, khususnya bagi napi pengguna narkoba. “Jika setelah diteliti mereka benar-benar pengguna, bisa langsung bebas, atau masih perlu rehabilitasi. Ini akan mengurangi kapasitas lapas,” ujarnya.

Terakhir, mengikutsertakan para napi dalam program transmigrasi atau mengirim ke daerah-daerah perbatasan bisa saja dipertimbangkan. Asalkan akses transportasi dan lainnya tetap memadai.(DTK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terpopuler

BatakPos TV

Kominfo Padang Sidempuan

Kominfo Padang Sidempuan