HarianBatakpos.com – Di antara riuh rendah keramaian sekolah, ketika corong-corang tawa terdengar dan pandangan sinis terlihat di setiap sudut, ada keheningan yang seringkali terabaikan. Itulah keheningan yang merajai ketika seseorang menjadi sasaran perundungan. Di sinilah cerita seorang pahlawan tanpa tanda jasa dimulai, seorang yang tak pernah berpura-pura menjadi yang terkuat, tetapi cukup dengan satu tindakan sederhana: menyaksikan.
Siapa sangka, di balik sudut-sudut gelap kehidupan sekolah, ada kekuatan besar yang bersembunyi dalam tindakan “hanya menyaksikan”. Menjadi pahlawan anti-bullying bukanlah tentang mengenakan kostum berwarna-warni atau melakukan aksi heroik yang dramatis. Lebih sering, itu tentang kesediaan untuk melihat, mendengar, dan bertindak ketika situasi memanggil, meskipun itu hanya dengan memberikan satu tatapan tajam.
Jika kita memperhatikan dengan cermat, kita akan melihat bahwa menjadi pahlawan anti-bullying dengan hanya menyaksikan adalah seni tersendiri. Ini adalah tentang membawa perubahan tanpa harus bersuara, tentang membela tanpa harus menunjukkan keberanian fisik. Dan inilah kisah pahlawan-pahlawan di antara kita yang melangkah maju dengan senyap, memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam melawan kekerasan dan intimidasi di lingkungan sekolah.
Mengukir Kepahlawanan dalam Kesunyian
Ada seorang siswa, Mariam, yang tidak pernah lupa memberikan senyum hangat kepada anak baru di sekolah, yang selalu menjadi sasaran empuk bagi mereka yang suka menjadikan kelemahan orang lain sebagai sumber kekuatan. Setiap hari, Mariam akan duduk di sudut kelas, menyaksikan tanpa berkata apa pun saat teman-temannya menjadi korban lelucon yang kejam. Tapi di matanya, terpancar kebaikan yang tidak dapat diabaikan.
Dengan setiap tatapannya yang penuh empati, Mariam mengirimkan pesan kuat: bahwa kebaikan adalah kekuatan sejati. Dia tidak perlu melancarkan serangan balasan untuk menunjukkan bahwa perundungan itu salah. Hanya dengan menyaksikan dengan penuh empati, dia membangun tembok tak terlihat yang melindungi teman-temannya dari serangan yang merendahkan martabat.
Membuat ‘Kejahatan’ Tersenyum
Lalu, ada David, yang selalu duduk di meja belakang kelas, tampaknya tenggelam dalam bukunya. Banyak yang menganggapnya sebagai “orang aneh”, dan itulah yang membuatnya jadi sasaran perundungan. Tetapi David tidak pernah menunjukkan kelemahan. Dia hanya duduk di sana, mengangkat sudut bibirnya dalam senyum samar yang menyiratkan pemahaman yang dalam.
Saat teman-temannya mengejek dan mencemoohnya, David hanya menatap mereka dengan tenang. Dia tahu, kekuatan yang sejati tidaklah terletak pada kemampuan untuk menyakiti orang lain, tetapi dalam kemampuan untuk tetap tegar dalam menghadapi cemoohan. Melalui tindakan sederhana seperti itu, David menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak bisa dicuri oleh kata-kata kasar, dan bahwa pahlawan tidak selalu berjalan dengan penuh kemegahan.
Melawan Dengan Senyuman
Tidak hanya siswa yang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi juga para guru yang memilih untuk membangun lingkungan yang aman dan inklusif di dalam kelas mereka. Ketika seorang siswa menjadi target perundungan, guru-guru ini tidak hanya diam sebagai penonton yang pasif. Mereka menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang mengajarkan pelajaran di atas kertas, tetapi juga tentang membentuk karakter dan moralitas.
Ketika seorang siswa menangis di koridor, guru-guru ini tidak berpaling. Mereka mengambil tindakan, bahkan jika itu hanya dengan memberikan senyum hangat atau kata-kata penyemangat. Mereka memberikan bukti bahwa menjadi pahlawan tidak selalu memerlukan keberanian luar biasa, tetapi seringkali hanya memerlukan sedikit empati dan kebaikan hati.
Menjadi Pahlawan di Masa Depan
Jadi, bagaimana kita bisa menjadi pahlawan anti-bullying dengan hanya menyaksikan? Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa kekuatan untuk mengubah dunia ada di tangan kita sendiri. Meskipun tindakan sederhana seperti menyaksikan mungkin terlihat tidak berarti, namun itu bisa memiliki dampak yang besar. Dengan memilih untuk tidak menjadi bagian dari masalah, kita secara tidak langsung menjadi bagian dari solusi.
Kedua, kita harus belajar untuk mendengarkan dengan empati. Terlalu sering, kita terjebak dalam pola pikir sendiri dan gagal melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Tetapi dengan mendengarkan dengan hati yang terbuka, kita dapat memahami perasaan dan pengalaman orang lain dengan lebih baik, dan dengan demikian, memberikan dukungan yang mereka butuhkan.
Terakhir, kita harus ingat bahwa menjadi pahlawan bukanlah tentang mendapatkan pujian atau pengakuan. Itu tentang melakukan yang benar, bahkan ketika tidak ada yang melihat. Itu tentang memilih kebaikan setiap kali kita memiliki kesempatan untuk melakukannya, bahkan jika itu hanya dengan memberikan senyuman atau tatapan yang menghibur.
Dalam dunia yang seringkali dipenuhi dengan kekerasan dan kebencian, menjadi pahlawan anti-bullying dengan hanya menyaksikan adalah sebuah pilihan. Itu adalah pilihan untuk memilih kebaikan, empati, dan pengertian. Dan sementara tindakan tersebut mungkin tidak selalu tampak seperti yang diharapkan dari seorang pahlawan, namun itu adalah langkah-langkah kecil yang membawa perubahan besar.
Tentang Penulis
Desi Fitriana adalah nama penulis artikel ini. Penulis lahir dari pasangan Bapak Abdul Rahman dan Ibu Binti Holijah yang merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis dilahirkan di Kota Lubuklinggau pada 08 Desember 2002. Penulis beralamat di Kelurahan Jogoboyo, Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis dapat dihubungi email desifitrianaa@gmail.com. Pada tahun 2008 penulis memulai pendidikan formal SD Negeri 32 Kota Lubuklinggau (2008-2014), MTs N 1 Kota Lubuklinggau (2014-2017), MAN 2 Kota Lubuklinggau (2017-2020). Setelah selesai menempuh pendidikan menengah atas, penulis melanjutkan Pendidikan Strata (S1) Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik di Universitas Bina Insan Kota Lubuklinggau mulai dari tahun 2022 dan sekarang sedang berada di semester 5. Dengan ketekunan dan motivasi untuk terus belajar, berusaha dan berdo’a untuk menyelesaikan Pendidikan Strata (S1) penulis berusaha mewujudkan impian untuk selesai S1 tepat waktu dan menjadi salah satu relawan untuk menyuarakan permasalahan Bullying yang kerap terjadi dari zaman ke zaman, terlibat aktif dalam kegiatan internal maupun external yang ada di kampus contohnya tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi selain itu, penulis juga sedang mengikuti kegiatan Magang dan Studi Independent Bersertifikat oleh Kampus Merdeka. Semoga penulisam artikel ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia sosial dan pendidikan serta menambah khanzanah ilmu pengetahuan serta bermanfaat dan berguna bagi sesama.
Komentar