Jakarta, harianbatakpos.com – Kemunculan bahan bakar nabati (BBN) langsung menarik minat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM). Ia pun langsung melakukan langkah cepat untuk mendorong produk energi terbarukan itu di daerahnya.
Langkah cepatnya itu antara lain dengan mengumumkan rencana penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan pemilik Bobibos, produsen BBN inovatif yang diolah dari limbah jerami.
KDM menyebut bahwa produksi skala kecil akan segera mulai pekan depan setelah panen. Lalu masyarakat luas dapat mengaksesnya setelah melalui fase uji coba.
“Nah, ini bosnya Bobibos. Kita sudah tanda tangan MoU. Minggu depan kita panen, maka jeraminya akan segera dibuat produksi untuk bahan bakar nabati,” kata Dedi Mulyadi, Jumat (14/11/2025), dikutip dari KompasTV.
KDM, sangat antusias melihat potensi Bobibos yang tidak hanya menawarkan solusi energi ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi para petani yang selama ini memandang jerami sebagai limbah.
Meskipun optimistis untuk segera memproduksi massal dan tidak menunggu birokrasi, KDM menyebut konsumsi awal Bobibos akan difokuskan pada uji coba di lingkungan Lembur Pakuan Subang, Jawa Barat.
“Setelah sukses, nanti ada langkah-langkah berikutnya. Minimal seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat ke depan menggunakan bahan bakar nabati. Sehingga APBD-nya efisien,” jelas KDM.
Sebelumnya, uji coba Bobibos pada traktor diesel di Lembur Pakuan menunjukkan performa yang menjanjikan. BBN diklaim memiliki Research Octane Number (RON) 98, dengan tarikan lebih ringan dan emisi gas buang yang diklaim lebih bersih.
Pro Kontra
Namun, di balik pengembangan Bobibos masih diwarnai pro dan kontra, terutama dari sisi regulasi dan kelayakan teknis dari pemerintah pusat.
Pihak Kementerian ESDM mengisyaratkan, bahwa Bobibos masih memerlukan uji kelayakan dan standar yang ketat sebelum dapat diproduksi secara massal dan dilempar ke pasar secara nasional.
Proses uji ini penting untuk memastikan bahwa Bobibos memenuhi standar kualitas, keselamatan, dan tidak merusak mesin kendaraan dalam jangka panjang. Sikap kehati-hatian Kementerian ESDM ini dilakukan untuk menjamin keamanan konsumen dan menjaga kualitas bahan bakar di pasaran.
Ada pun dari sisi akademik, kalangan perguruan tinggi menilai inovasi Bobibos menjanjikan, namun tetap membutuhkan uji multidisipliner yang ketat.
Dalam ulasan resminya, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menegaskan bahwa validasi bahan bakar baru tidak cukup hanya dengan hasil laboratorium tunggal. Diperlukan serangkaian uji keselamatan produksi, standar emisi, serta ketahanan mesin dalam berbagai kondisi iklim dan merek kendaraan.
“Regulator harus memastikan produk tidak hanya bagus di laboratorium, tapi juga aman, andal, dan berkelanjutan di lapangan,” tulis FMIPA Unesa dalam ulasannya. (REL)


Komentar