Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bahwa tren nilai tukar rupiah akan menguat dalam beberapa waktu ke depan. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa perkiraan ini didukung oleh meredanya ketidakpastian global, penurunan yield obligasi negara maju, dan penurunan tekanan penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Perry Warjiyo menegaskan bahwa ke depan, fokus utama BI akan lebih pada percepatan pendalaman pasar uang. Langkah ini diambil dengan harapan dapat menarik lebih banyak aliran dana asing, yang pada gilirannya akan memperkuat nilai tukar rupiah.
“Kami akan lebih banyak fokus pada percepatan pendalaman pasar uang, dalam bahasa sehari-harinya, memperbesar kolam renang kita sehingga semakin menarik aliran portofolio asing,” kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers di kantornya pada Rabu (17/1/2024).
Sebagai langkah awal, BI telah mengeluarkan instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Perry yakin bahwa instrumen-instrumen ini semakin diminati oleh pihak asing.
“Alhamdulillah semakin diminati oleh perbankan bahkan oleh manajer investasi, perusahaan sekuritas juga banyak, terutama dari portfolio inflows yang sudah mencapai Rp 75 triliun untuk nonresiden,” ungkapnya.
Perry Warjiyo juga menyampaikan bahwa konsolidasi pelaku pasar melalui Primary Dealers dan Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (APUVINDO) akan dilakukan. Mereka akan berkolaborasi dengan BI untuk meningkatkan aktivitas transaksi di pasar uang.
“Baik jual beli SRBI, SUVBI, maupun pengembangan produk repo, dan ke depannya dengan DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward),” jelas Perry.
Berdasarkan catatan BI, nilai tukar rupiah hingga 16 Januari 2024 relatif stabil, hanya mengalami pelemahan sebesar 1,24% dari akhir Desember 2023. Kondisi ini dinilai relatif lebih baik dibandingkan mata uang negara lain seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Won Korea Selatan yang masing-masing melemah sebesar 1,95%, 2,82%, dan 3,24%.
Komentar