Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Royke Tumilaar, menekankan kehati-hatian BNI dalam menyalurkan kebutuhan kredit berbasis valuta asing (valas) di tengah fluktuasi nilai tukar (kurs) rupiah. Dalam konferensi pers virtual yang diadakan di Jakarta pada Senin, Royke menyatakan komitmen BNI dalam memantau pergerakan nilai tukar rupiah sambil menjaga kualitas portofolio kredit valas.
Menurut Royke, BNI terus menerapkan manajemen risiko yang ketat dengan melakukan stress test terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia, termasuk pergerakan nilai tukar dan suku bunga ke depan. Hal ini dilakukan untuk memastikan kestabilan dan keamanan portofolio kredit valas.
Dalam konteks mitigasi risiko, Direktur Risk Management BNI, David Pirzada, menambahkan bahwa BNI memastikan debitur valasnya merupakan korporasi besar dengan manajemen risiko valas yang prudent. Mereka juga memiliki natural hedge dalam bisnis model mereka, sehingga volatilitas nilai tukar tidak akan memberikan dampak negatif pada kualitas aset.
David juga menyebutkan bahwa kondisi likuiditas industri yang masih ketat, ditambah dengan penguatan dolar AS terhadap rupiah, secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan. Namun, BNI telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga likuiditas valas dengan strategi pengelolaan cashflow yang prudent, termasuk penghimpunan dana murah (CASA) dan diversifikasi sumber pendanaan.
Pada tanggal 5 April 2024, BNI berhasil menerbitkan obligasi global senilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,95 triliun. Langkah ini merupakan bagian dari strategi BNI dalam mendiversifikasi sumber pendanaan, merespons kebutuhan refinancing pendanaan, dan mendukung pertumbuhan kredit terutama dalam valas.
Penerbitan obligasi global tersebut mendapat respons positif dari investor global, dengan kelebihan permintaan hingga 6,4 kali dari rencana nilai yang diterbitkan. Tingginya kepercayaan investor global memungkinkan BNI untuk menekan yield obligasi hanya di kisaran 5,3 persen saat bookbuilding dilakukan.
David menjelaskan bahwa penerbitan obligasi global dilakukan sebelum terjadi fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, sehingga BNI memperoleh harga yang optimal. Sebelum menerbitkan obligasi global, BNI telah melakukan kajian mendalam terhadap berbagai aspek risiko, termasuk risiko pasar, kredit, dan likuiditas, untuk memastikan penerbitan obligasi dilakukan dengan prudent.
“Dengan nilai emisi global bond yang tidak melebihi 20 persen dari ekuitas BNI, hal ini menunjukkan bahwa penerbitan obligasi ini terkendali dan dikelola dengan baik,” ungkap David.
Melalui langkah-langkah ini, BNI terus mengokohkan posisinya sebagai salah satu bank terkemuka di Indonesia yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga memperhatikan kehati-hatian dalam manajemen risiko, terutama dalam konteks kredit valas di tengah dinamika pasar yang fluktuatif.
Komentar